Lihat ke Halaman Asli

Focusinbusiness

@focusinbusiness

Menangkap Peluang Bisnis Ala Tokoh Bisnis

Diperbarui: 23 November 2021   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Berbicara mengenai peluang bisnis tidak bisa lepas dari tokoh-tokoh pebisnis ulung di Indonesia maupun di luar negeri. Kelihaian mereka menangkap peluang bisnis menjadikan mereka tokoh ulung yang bisa mencapai kesuksesan hingga saat ini. Lantas siapa saja tokoh bisnis ulung di Indonesia yang pandai menangkap bisnis? Dan bagaimana cara mereka menangkap bisnis? 

1. Budi Hartono

Konglomerat asal Indonesia pemilik bank BCA dan Djarum group ini selalu masuk jajaran orang terkaya di Indonesia versi forbes. Namun, Budi Hartono bukanlah pengusaha yang bersih dari pemberitaan. Sepanjang perjalanan karirnya, Ia selalu menjadi topik dalam perbincangan publik. Terakhir kali dia disorot karena Ia mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo yang isinya menyebutkan bahwa pilihan memberlakukan PSBB tidak tepat. Salah satu alasannya, Budi menyebutkan bahwa PSBB di Jakarta tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi virus corona di DKI Jakarta. Sebelumnya,  pada 2018 lalu ia pernah terjerat kasus bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Gate dan Bank Century atau Century Gate. Dalam kasus tersebut Ia diduga  sebagai "tukang tadah" dana. 

Namun, dibalik segala skandal yang ada, tidak bisa dipungkiri bahwa Budi Hartono adalah pebisnis ulung. Setelah kebakaran yang hampir memusnahkan seluruh bisnis ayahnya pada 1963, keadaan perusahaan menjadi tidak stabil dan berada di ambang kehancuran. Namun, berkat dia dan saudaranya Michael Hartono, Djarum bisa bertahan. Karena kebakaran hebat, pabrik perusahaan Djarum mengalami kondisi yang tak stabil. Akibatnya, Budi Hartono harus memulai semuanya dari awal. Memanfaatkan sisa aset yang ada Budi lalu merombak semua peralatan yang ada dan mengubah cara produksi rokok dengan cara rokok dengan peralatan lebih modern untuk menghasilkan produk yang lebih baik, hasilnya di tahun 1972 Djarum berhasil melakukan ekspor produk. Tidak puas sampai di situ, Budi terus melakukan perubahan, setelah melihat minat dan celah pasar, ia memutuskan mulai memproduksi rokok Djarum Filter, berbeda dengan ayahnya yang memproduksi rokok kretek. Hasil dari inisiatifnya untuk membuat produk baru pun sangat memuaskan, pada 1981 rokok Filter dengan cita rasa kretek tradisional mulai dikenalkan dan segera laris di pasaran, bahkan perusahaan ini berhasil memiliki lebih dari 75 ribu karyawan.

Belajar dari pengalamannya kehilangan satu-satunya bisnisnya karena kejadian tidak terduga, Budi pun melebarkan sayap ke banyak sektor. Termasuk berinvestasi di perbankan, properti, agrobisnis, elektronik dan multimedia. 

2.   Chairul Tanjung

Tokoh yang dikenal publik lewat buku Anak Singkong ini bukanlah sosok yang terlahir dari keluarga kaya rasa. Dia bukanlah pewaris perusahaan seperti Budi Hartono atau orang tua dengan koneksi kuat seperti Harry Tanoesoedibjo. Chairul Tanjung adalah sosok yang lahir dari keluarga sederhana, ayahnya adalah seorang wartawan. Namun ia percaya terhadap pendidikan dan peluang bisa mengubah semuanya. Chairul Tanjung pertama kali menjajaki dunia bisnis serius ketika ia merintis sebuah toko yang menjual peralatan kedokteran dan laboratorium. Toko tersebut didirikan di wilayah Senen, Jakarta Pusat, meski akhirnya harus mengalami kebangkrutan. Karena tidak memiliki modal yang cukup, Ia dan teman-temannya memberanikan diri untuk meminjam modal ke bank sebesar 150 juta rupiah dan memulai bisnis baru di bidang ekspor sepatu anak-anak yang berpayung ke perusahaan PT. Pariarti Shindutama. Melalui usaha inilah karir bisnisnya mulai naik, karena ia mendapatkan banyak pesanan sepatu kulit langsung dari Italia. 

Beberapa tahun kemudian, CT memilih lepas dari perusahaannya dan memilih membangun perusahaannya sendiri. Setelah melihat pasar, ia memanfaatkan koneksi yang ia punya dan memutuskan untuk melakukan konglomerasi melalui tiga bisnis inti yaitu keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, Chairul mengambil alih Bank Tugu, yang sekarang menjadi Bank Mega. Dia juga memperluas bisnisnya ke industri sekuritas, asuransi jiwa, dan asuransi kerugian. Melihat adanya peluang, Ia melalui Bank Mega meminjamkan uang ke  bank lain saat ekonomi Indonesia sedang tidak stabil. Salah satunya adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA yang kala itu milik Salim Group dengan total pinjaman mencapai Rp1,3 triliun pada 1998. Usai meminjamkan dananya, Chairul Tanjung diberi jalan untuk bekerja sama dengan Salim Group dalam pengelolaan proyek Batam dan Singapura, hasil dari project inilah yang mampu membuat CT masuk kejajaran orang terkaya di Indonesia. 

3. Sudono Salim

   Sama seperti CT, Sudono tidak mewarisi kekayaan dari kedua orangtuanya. Bahkan ia memulai usaha tanpa memiliki gelar pendidikan yang memadai layaknya CT. Kisah suksesnya dimulai saat ia mulai merantau ke Indonesia dan sempat menjadi seorang buruh pabrik di Kudus, Jawa Tengah. Melihat potensi bisnis rokok yang ada di kotanya, Ia mulai menjual tembakau dan cengkeh dengan meminjam modal dari mertuanya untuk berbisis cengkeh dan tembakau. Tak lama setelah sukses, Sudono Salim dikenal sebagai bandar cengkeh asal Kudus yang memiliki koneksi kuat. Setelah mengamati peluang bisis yang paling mungkin untuk dijalani, Sudono menggunakan margin dari bisnis cengekeh dan tembakau untuk membuka bisnis logistic yang berfokus pada pasokan barang-barang medis untuk tentara revolosioner di Medan. Namun, bisnisnya tidak selalu lancar, ia pernah dituduh sebagai pemasuk senjata pemerintah Belanda sampai dengan bisnis cengkehnya mulai mengalami kebangkrutan.

Saat Indonesia merdeka, Sudono Salim memutuskan untuk pindah ke Jakarta.  Memanfaatkan jaringan yang telah dibangun sebelumnya, ia mulai bekerja sama dengan pengusaha asal Tiongkok dan Hongkong untuk menjadi pemasok utama produk sabun ke TNI.  Selain itu, ia mulai bekerja sama dengan Mochtar Riady guna mendirikan bank yang  hingga kini di kenal dengan Bank Central Asia (BCA). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline