Lihat ke Halaman Asli

Herawati Suryanegara

Penyuka Langit, penyuka senja.

Papua, Tikus Mati di Lumbung Padi, Mengapa?

Diperbarui: 22 November 2015   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14179478341190191749

 

 

 

 

 

Photo.Doc. Bobby Anderson.

 

Menyimak artikel teman tentang Papua di sebuah blog dimana saya ikut juga menulis, rasanya hati ini miris sekali. Kali ini Penulis tidak meninjau tentang pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan rakyat Papua semakin mati kutu tetapi Penulis ingin mengangakt masalah ketidak sejahteraan dan kemiskinan mereka dari akar masalahnya, yaitu masalah pendidikan.

Tak ada yang memungkiri, Papua adalah daerah kaya bahkan bisa jadi merupakan daerah terkaya yang dimiliki bangsa ini. Namun kehidupan masyarakat Papua tidaklah sesejahtera yang kita bayangkan dalam “keharusannya”. Kekayaan alam mineral dan emas yang melimpah tidak membuat mereka beranjak dari kemiskinan dan keterbelakangan. Hal ini disebabkan karena kurangnya SDM terdidik yang dimiliki Papua.

Hal yang entahlah kita harus terkejut atau tidak dengan menyimak data bahwa di kabupaten Yahukimo, hanya terdapat 18 persen anak yang menyelesaikan pendidikan SD dan sebagian besar lulusan sekolah menengah atas di pegunungan masih buta huruf..! Bagi penulis ,rasional juga bila UNCEN (universitas Cendrawasih ) menolak calon mahasiswa dari beberapa sekolah yang disinyalir lulusannya memang tidak dapat membaca, menulis atau mengerjakan matematika dasar. Rasional yang memerlukan jalan keluar tentunya.

Miris sekali, terbayang  bagaimana mereka bisa menguasai teknologi canggih untuk mengelola kekayaan yang mereka miliki bila membaca dan menulis saja sebagai pengetahuan yang paling dasar, tidak mereka kuasai.

Bagaimana dengan para guru ..?

Dokumen resmi di Papua menyatakan bahwa , provinsi tersebut memiliki satu guru untuk 23 anak. Data ini menunjukan adanya lebih dari kecukupan guru bahkan bila dibandingkan dengan porsi perbandingan guru di daerah lain yang bahkan kebanyakan kekurangan guru. Gedung sekolah pun banyak dibangun dan dianggap mencukupi. Sayangnya jumlah guru tersebut  hanya berupa data diatas kertas karena para guru tidak pernah hadir di tempat kerja . Ketidakhadiran mereka bahkan bisa sampai satu semester bahkan lebih. Sementara  pemerintah tetap menggaji mereka dengan baik  dan mereka hidup nyaman di kota dengan meninggalkan tanggung jawabnya begitu saja.

Hasil penelitian  Bobby dan kawan-kawan mengenai ketidak hadiran guru ,diantaranya adalah :

1. Adanya ketidaknyamanan para guru yang ditempatkan karena warga setempat biasanya memandang rendah para guru yang berasal dari suku atau kerabat yang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline