Lihat ke Halaman Asli

Dikhianati Gerindra, PKS Harus Galang Poros Baru!

Diperbarui: 20 September 2016   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Malam ini (20 Sept)  DPP PDIP secara resmi mengusung pasangan calon gubernur DKI Ahok dan Djarot. Setelah sekian lama PDIP tarik ulur keputusan sekaligus mendramatisasi politik guna menyita perhatian dan emosinal publik. Sebenarnya sikap PDIP yang mendukung Ahok ini bukanlah isu baru yang muncul ditengah-tengah publik. Banyak pengamat dan informasi media yang mengatakan bahwa politik “malu-malu” PDIP ini hanyalah sinetron, untuk menutupi ‘deal’ antara Mega dan Ahok.

                Ditengah-tengah sikap politik PDIP yang banyak dinilai sarat akan pragmatisme. Pidato Hasto selaku Sekjend DPP PDIP semakin membuat publik mual dan hendak meluapkan kemarahan. Bagaimana tidak, Hasto mengatakan bahwa Sikap PDIP mendukung sebagai bentuk keberpihakan PDIP terhadap kepentingan rakyat kecil. Tentu publik bertanya-tanya, “rakyat yang mana?” yang dibela oleh PDIP. Padahal semua tahu bahwa Ahok melakukan banyak kezhaliman dibalik rezimnya. Tak terhitung lagi kesengsaraan yang dirasakan masyarakat atas aksi-aksi penggusuran dan sikap amoral yang ditunjukan oleh Ahok. Dengan kondisi seperti ini publik kembali bertanya “PDIP partai wong cilik atau wong licik?”

                Angin baru berhembus diseberang. Gerindra dan Demokrat mulai melakukan pembicaraan. Dan nama yang paling kuat bermunculan adalah pasangan Anies dan Sandi. Anies dinilai sebagai figur alternatif yang mewakili anak muda. Namun elektabilitas Anies ditambah dengan Sandi masih sangat dipertanyakan. Hal tersebut dibuktikan bahwa segmen pendukung Anies dan sandi mayoritas berasal dari simpul yang sama, yaitu pemuda dan mahasiswa. Dan basis pendukung ini bukanlah modal optimal yang bisa dipertaruhkan.

                Disisi lain, tersisalah tiga partai politik yang harapkan mampu mewakili suara umat islam. Ketiga pertai tersebut ialah PKS,PPP dan PKB, dengan total 27 kursi. Kalo memang benar Gerindra putar balik dari koalisinya bersama PKS. Maka seharusnya PKS merasa ‘tertampar’ dan menyadari betapa tidak penting posisinya dimata Prabowo. Sebagai partai pemilik sebelas kursi suara di DPRD DKI. PKS tidak boleh diam saja apabila Gerindra mempecundanginya. PKS bukanlah partai pelengkap ataupun penghibur.  Justru disinilah peran PKS sebagai inisiator penentu poros alternatif. PKS harus duduk bersama pemimpin umat yang lainnya. Membicarakan tentang keterwakilan dan harga diri umat. Ditengah –tengah kenyatakan krisis tokoh yang menghinggapi partai dakwah ini. Tetap saja peran diharapkan PKS akan menjadi penentu dari akhir cerita panjang pilkada DKI.

                Hari ini PKS banyak dikritik dan dicibir. Dan sudah saatnya PKS membuktikan posisinya ditengah-tengah umat serta bukan lagi saatnya berbicara kepentingan golongan. PKS harus memperkuat barisan persatuan ormas islam yang saat ini tertuju pada pencalonan Yusril dan Saefullah. Dan jika itu terjadi, hal tersebut dapat mengembalikan keyakinan publik bahwa PKS adalah bagian dari persatuan besar umat islam. Lupakan gerindra, lupakan persahabatan yang telah dikhianati itu dan saat membuktikan bahwa PKS bukan partai tempe!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline