Safari pariwisata atau yang lebih sering disebut dengan Sapar adalah program kerja tahunan yang dimiliki oleh Himpunan Mahasiswa Pariwisata FIA UB atau biasa disebut dengan Himapar. Program kerja ini adalah proker milik departemen Tourism Development, divisi Corporate Social Responsibility. Tahun ini adalah safari pariwisata ke-7. Safari pariwisata berfokus pada mengeksplorasi beberapa destinasi wisata yang ada di kota tujuan tersebut dan nantinya kami akan membuat video youtube dan tiktok, postingan instagram, dan artikel yang diharapkan dapat membantu mempromosikan destinasi tersebut. Pada tahun ini safari pariwisata vol.7 pergi ke kota Yogyakarta dan melakukan kerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Pariwisata milik UGM atau yang biasa disebut dengan Himapa. Pada kesempatan ini kami ditemani oleh teman-teman divisi kelana dari Himapa. Dalam waktu tiga hari, kami berhasil mengunjungi delapan destinasi yang terdapat di Yogyakarta. Pada Sapar tahun ini juga kami membuat inovasi di mana kami membagi beberapa atraksi dengan spesifikasi alam, kuliner, dan sejarah.
Pada Selasa, 29 Oktober 2024 terdapat tiga destinasi yang kami kunjungi dengan spesifikasi tempat-tempat bersejarah. Kami mengunjungi Museum Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Wahanarata, dan Museum Sonobudoyo. Sebelum mengunjungi destinasi pertama, kami sarapan di Soto Bathok yang berlokasikan di seberang Alun-Alun Lor. Soto ini dapat dibilang unik karena mangkok yang digunakan berbahan batok kelapa. Maka dari itu, soto ini disebut dengan Soto Bathok.
Destinasi pertama yang kami datangi, yaitu Museum Ngayogyakarta Hadiningrat. Museum Ngayogyakarta Hadiningrat adalah bagian dari kompleks Keraton Yogyakarta yang didirikan untuk melestarikan dan memamerkan berbagai koleksi milik Kesultanan Yogyakarta. Museum ini berlokasi di dalam Keraton Yogyakarta, yang terletak di pusat kota Yogyakarta, Indonesia. Didirikan pada abad ke-18 oleh Sultan Hamengkubuwono I, Keraton Yogyakarta adalah pusat pemerintahan dan kebudayaan Kesultanan Yogyakarta. Namun, perkembangan museum ini baru dimulai pada era Sultan Hamengkubuwono IX dan berkembang lebih jauh pada masa Sultan Hamengkubuwono X. Museum ini memiliki berbagai koleksi yang berharga, seperti senjata tradisional (keris, tombak, dan pedang), pakaian adat keraton, perhiasan, gamelan, dan berbagai barang seni serta benda pusaka yang memiliki nilai historis tinggi. Di Museum Ngayogyakarta juga memiliki larangan -- larangan bagi pengunjung, diantaranya tidak boleh tersenyum dengan memperlihatkan gigi, tangan tidak boleh diletakkan di pinggang, dan tidak boleh rangkulan dengan lawan jenis.
Lalu destinasi kedua yang kami kunjungi adalah Museum Wahanarata. Museum Wahanarata adalah sebuah museum yang menampilkan berbagai koleksi budaya, sejarah, dan seni yang menggambarkan perjalanan dan kekayaan warisan bangsa. Museum ini memiliki sejumlah pameran tetap dan pameran temporer yang diadakan untuk memperkenalkan pengunjung pada berbagai periode sejarah, seni tradisional, serta peninggalan kebudayaan yang berharga. Museum Wahanarata dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk kenyamanan pengunjung, termasuk area pameran yang nyaman, ruang multimedia, perpustakaan, toko suvenir, dan kafe. Museum ini juga menyediakan layanan tur berpemandu yang memberi informasi mendalam tentang setiap koleksi.
Destinasi yang terakhir yang kami datangi pada hari pertama di Yogyakarta adalah Museum Sonobudoyo. Museum Sonobudoyo adalah museum budaya dan sejarah di Yogyakarta, Indonesia, yang menampilkan berbagai koleksi tentang kebudayaan dan sejarah Jawa, Bali, Lombok, dan Madura. Museum ini terletak di Jalan Trikora No. 6, Alun-Alun Utara, dan merupakan salah satu museum dengan koleksi terlengkap di Indonesia, terutama dalam hal warisan budaya Jawa. Museum Sonobudoyo diresmikan pada tahun 1935 dan dikelola oleh Yayasan Java Instituut, sebuah organisasi yang berfokus pada studi sejarah, budaya, dan seni Jawa. Museum ini dirancang oleh arsitek Belanda Thomas Karsten dengan gaya arsitektur tradisional Jawa, dan didirikan sebagai sarana pendidikan serta pelestarian budaya. Museum Sonobudoyo memiliki koleksi beragam seperti keris, tombak, wayang kulit, wayang golek, serta alat-alat upacara adat, berbagai artefak seperti gerabah, peralatan batu, dan fosil yang menggambarkan kehidupan prasejarah di Jawa, perhiasan, batik, kain tenun, serta alat-alat musik tradisional, manuskrip berbahasa Jawa kuno dan Sanskerta. Di Museum Sonobudoyo, kita bisa mencoba praktek membatik dengan dikenai tarif sebesar sepuluh ribu rupiah saja. Museum Sonobudoyo juga menyediakan berbagai media interaktif yang sangat menarik dan pastinya akan membuat para pengunjung tidak mudah bosan.
Memasuki hari kedua kami di Yogyakarta, kami mengunjungi dua candi menarik yang ada di Yogyakarta. Destinasi yang kami datangi pertama adalah Candi Ratu Boko. Awalnya, kompleks Ratu Boko diperkirakan sebagai tempat tinggal atau istana. Berdasarkan prasasti Abhayagiri Wihara yang ditemukan di kompleks ini, situs ini diduga kuat dibangun oleh Rakai Panangkaran, seorang raja dari Dinasti Syailendra. Prasasti tersebut bertarikh 792 Masehi dan menunjukkan bahwa Rakai Panangkaran mendirikan kompleks ini sebagai wihara atau tempat pertapaan bagi umat Buddha. Namun, kemudian situs ini juga digunakan oleh umat Hindu, mengingat banyaknya peninggalan yang berkaitan dengan agama Hindu, seperti arca Durga, Ganesha, dan lingga-yoni. Nama Ratu Boko sering dikaitkan dengan legenda rakyat Jawa tentang Prabu Boko, seorang raja raksasa yang merupakan ayah dari Roro Jonggrang. Menurut cerita, Prabu Boko ingin menyerang kerajaan tetangganya namun dikalahkan oleh Bandung Bondowoso. Kisah ini menjadi bagian dari legenda yang melingkupi asal-usul Candi Prambanan dan tokoh Roro Jonggrang, yang kemudian dikutuk menjadi arca Durga di Candi Prambanan.