Pesta demokrasi sebentar lagi mendekati posisinya, jika tidak ada aral dan melintang pertengahan Maret 2014 sudah mulai beraksi. Partai politik yang dihuni calon-calon legeslatif bahasa sakralnya para 'wakil rakyat' akan bertebaran, dan berhamburan bak lebah yang siap menyengat, menebar pesona, menebar janji menunjukan kharisma dan intelektualnya.
Para calon wakil rakyat yang notabennya hidup dengan partai, apakah benar-benar akan disisi rakyat dalam menjalankan pungsinya bila terpilih kelak........ ? dus apakah mereka juga akan benar-benar teguh melaksanakan amanah rakyat guna kemajuan bangsanya..... ? Apalagi sudah bukan menjadi rahasia umum, bahkan mungkin sudah hukum alam bahwa " usaha dan kerja keras untuk menjadi terpilih tidak gratis " Segudang prestasi dan kemampuan ditambah sederet titel didepan dan belakang nama, bukan jaminan mutu, tetap saja perlu modal yang namanya UANG. Apakah modal pribadi atau pihak ketiga, konsekwensinya tetap ada. Timbal balik, balas budi sederet cara yang terkadang bisa merusak tatanan berpolitik moral yang sehat.
Kekhawatiran terhadap suatu even itu pasti ada, apalagi ini pesta demokrasi, pestanya rakyat dimana akan menentukan arah jalan bangsa. Ketika partai politik mulai mengerahkan masa, tentunya pola kampanye antar parpol pastinya berbeda pula. Perbedaan ini yang sebetulnya indah, tetapi ketika diimplemntasikan dilapangan bisa saja berubah drastis diluar skenario dan fatal. Situasi dan kondisi dilapangan bisa merusak jika managemen kampanye tumpul. Pengerahan massa yang berkumpul dalam rapat umum akan membentuk ribuan pemikiran dan rasa diantara massa yang berdesakan dalam suasana gerah ditambah panas terik matahari, rasa haus ingin minum air tak ada, rasa capek dan pegal menunggu juru kampanye yang karet, juga rasa lapar yang menggayut diperut karena jam waktunya makan. Apalgi massa yang ada bukan mutlak simpatisan, bisa jadi ikut karena suatu ajakan manis dan sopan, dan kemungkinan bisa saja massa rekrutan yang motivasinya penggembira berlatar jasa. Situasi dan kondisi seperti itu terkadang sangat mudah untuk dibikin tambah panas. Belum lagi massa terselubung dari partai lain yang sengaja dikirim partai politiknya guna memonitor strategi lawan politik berkampanye. Ketika orang yang dikirimnya mempunyai jiwa politik yang utuh dan luhur, maka hasil yang dibawanya akan positif dan menguntungkan partainya. Tetapi jika yang dikrim jiwanya provokatif........ ini yang membahayakan, baik terhadap partainya maupun lawannya, dan akhirnya yang menjadi korban adalah masyarakat.
Antisifasi adalah langkah bijak. Apakah perlu diberi lebel atau sertifikasi HARAM buat partai yang melanggar peraturan...... ? Waah lebay sepertinya penulis ini. Atau diberikan sangsi bagi partai yang membuat pelanggaran dari sebab dan akibat pelanggaran yang dilakukannya, sehingga menyebabkan kerugian buat masyarakat. Seperti sebuah klub bola, ketika pendukungnya melanggar aturan yang berlaku, maka klub tersebut akan dikenai sangsi dan ganti rugi yang ditimbulkan. Waah belagu penulis ini..... Toh perundangan dan aturan etika kampanye sudah ada.
Tulisan ini adalah rasa kekhawatiran penulis semata, dan sepenggal pengalaman yang telah mengalami pesta demokrasi lima kali, dan pernah pada masa kampanye menjadi simpatisan partai tertentu, berubah wujud hanya menjadi pengikut karena diajak sahabat, lantas menjadi bunglon sebagai massa partai, hanya karena buntu sebagai pengngguran sekedar buat beli rokok sebungkus plus, sisanya buat ngajak pacar jajan Ba'so semangkok seorang cuma. Saat itu indah dan bangga bisa ngajak jajan pacar, dan lebih bangga lagi pacar itu telah memberikan saya dua anak yang berbakti ...... tentunya dengan cara resmi dan sah.... hehehehe
Dan Sepenggal pengalaman politik yang berarti buat saya, dan pelajaran yang akhirnya berbalik dihati kecil, politik kurang pas buat saya, tetapi belajar dan tahu politik itu perlu. biar paham mana yang samar dan tepu-tepu... hihihiihhi Penggalan pengalaman sebagai simpatisan muda salah satu partai waktu itu, banyak kejadian unik dan menegangkan, pernah disiram sisa air cucian piring oleh ibu pemilik rumah akibat pasang panplet dipagar rumahnya, rasanya pedes kena mata, dan ga bisa marah, yang ada lari sambil mengucek mata..... hehehehehehhe, salah satu temen bahkan harus rela benjol dikepala akibat timpukan batu siempunya rumah yang merasa terusik, dan yang cukup menegangkan ketika harus mendengar teriakan ...maliiiiing..... dari arah yang tak jelas karena suasana gelap, berhubung pemasangan panplet pada malam hari...... penerangan listrik belum merata seperti sekarang, bagaimana mungkin memohon ijin dimalam hari, yang ada pastinya malah tak diijinkan oleh empunya. Dalam sitausi panik, bersykur salah satu temen punya inisiatip tanggap dan pasrah, merangkul temen yang lain dan berbisik .... " Kita Azan bareng-bareng " empat orang serentak azan bareng sekeras melebihi teriakan suara maliing dari orang kampung yang mungkin curiga dengan kami. Subhanallah..... sekian orang yang berlari menghampiri, tiba tiba tersurut perlahan dalam suara langkah, menghampiri kami, selesai ber- azan sepontan seperti ada yang mengomando teriak... " kami bukan maling " dengan masing - masing menyebut nama orang tuanya dengan harapan ada yang mengenal. Saya si A anak si B , saya si C anak si D dst........
Ooo.... kalian rupanya, ini jam berapa kalian memasuki kampung orang, apa yang terjadi bila salah satu dari orang sini tidak mengenali orang tua kalian.... lain kali hati-hati, khawatir yang tak terduga itu perlu.
Ucapan bapak Ahkmad warga kampung yang sampai saat ini masih terngiang. Yaah semoga pemilu ini tidak menimbulkan kekhawatiran buruk. Damai adalah bentuknya indah. Keutuhan suatu bangsa tidak bisa ditolerir. Pesta demokrasi harus dihadapi dengan riang gembira, seperti menyambut hari raya.....
Yaaah Riang Gembira...... seperti hari raya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H