Lihat ke Halaman Asli

Tolak Kenaikkan BBM, Parlemen Jalanan Jawabannya

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RSC(30/03/2012)-Tak ada dalam sebuah perjuangan penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)tanpa tetesan darah.  Bahkan nyawa menjadi taruhan sepertinya sudah menjadi prosesnya, melakukan sebuah perjuangan mesti mengeluarkan darah.  Sejak 27 Maret gelombang massa turun ke jalan dengan embel-embel tolak kenaikan BBM. Hingga hari ini tetap ada gerakan massa. Apa jadinya kalau sejarah bakal terulang kembali ketika 1998 ketika mahasisiwa berhasil menduduki senayan. Dan sepertinya dengan cara seperti ini otoritas terkait mengerti apa itu keinginan rakyat. Bersimbah darah para pemuda yang lantang menyuarakan pendapatnya. Pertanyaannya kenapa mereka berani turun ke jalan?.

Ada sebagian orang menganggap tindakan mereka anarkis karena melakukan perusakan. Tapi yang mana jauh lebih anarkis dengan tindakan pidana korupsi. Kasus wisma atlet dan kasus century sampai sekarang tak terselesaiakan.

Kedua, inilah sebuah proses demokrasi. Mereka adalah agen perubahan, sebagai pihak yang mengontrol kebijakan pemerintah. Agar pemerintah tak sewenang-sewenang membuat kebijakan. Dimana era sekarang penuh dengan kasus korupsi dan korupsi ada disetiap bidang atas hingga bawah. Apa kepentigan mereka turun ke jalan, apakah demi uang?, kalu demi uang kenapa mereka berani berdarah, kena gas air mata, bahkan nyawa taruhannya. Mahasiswa tidak mau peduli, bisa saja karena pada dasarnya mereka berduit, dampak kenaikakan BBM tidak begitu terasa bagi mereka, mereka masih bisa kuliah dan jajan. Tapi kenapa mereka berani turun ke jalan merapatkan barisan, karena terpanggil hatinya untuk memperjuangakan nasib orang lain bukan untuk mereka.            Ketiga, kenapa kita harus menolak. Karena negara kita penghasil minyak mentah dan diperlukan oleh banyak negara. Dan tidak hanya minyak, banyak sumber kekayaan alam lain yang bisa menutupi kemungkinan jebolnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Asalkan dikelolah benar-benar untuk kemakmuran rakyat.

Keempat, kenapa sangat perlu menolak. Lihat saja sidang paripurna pada (30/03) silam. Keputusan kenaikan BBM bisa ditunda hingga perhitungan rata-rata enam bulan 15 persen atau menembus angka 120 US$/barel. Katanya ini untuk rakyat, tetapi kenapa harus melalui tahap lobi yang alot dan bisa dikompromikan.  Ada opsi rata-rata kenaikan hingga 20 persen harga minyak mentah atau Indonesian Crude Oil Price (ICP), ada yang 15 persen dan sebagainya.  Dan akhirnya berdasarkan voting ada penambahan ayat, dalam pasal 7 ayat 6 a. Pemerintah memiliki kewenangan menaikkan atau menurunkan harga BBM hingga 6 bulan ke depan atau kebelakang, tidak jelas darimana awal perhitungannya. apabila rata-rata kenaikan atau penurunan ICP rata-rata 15 persen dari harga 105 US$/barrel selama 6 bulan . dan Artinya BBM tetap akan naik, berdasarkan mekanisme pasar minyak dunia.

Masalahnya dalam pasal 7 ayat 6  UU no 22/2011 APBN 2012 berisi tentang tidak adanya kenaikan harga BBM bersubsidi di tingkat ecer. Sudah sangat jelas diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Makna pasal 7 ayat 6 a hasil voting paripurna masih konotatif dan bersayap tidak ada ketegasan masih sangat fleksibel. Undang-undang seperti apa itu, aturannya tidak tegas dan masih tak jelas.  Bukannya ini sebuah proses mengakali undang-undang kita.

Jelas pada akhirnya, banyak mahasiswa turun ke jalan menolak kenaikan BBM, karena parlemena sebagai perpanjangan lidah rakyat telah diracuni oleh beberapa kepentingan suatu golongan, entah siapa yang mengaturnya hingga forum lobi berlansung lama, dan terjadi tarik ulur sikap partai. Kalau memang untuk rakyat naikkan setinggi-tingginya toh untuk kepentingan rakyat, subsidi solar dan premium ditarik untuk kepentingan bidang-bidang yang lain. Dengan syarat rakyat tahu benar soal perhitungannya keuangan negara agar masyarakat awam tahu secara jelas.  Dan penyalurannya tepat sasaran tanpa ada sedikitpun celah untuk berkorupsi berjemaah. (and)

Menaikkan BBM, Buat APBN Tak Sehat

Pasca paripurna (30/03) lalu, memunculkan tambahan pasal  7, yaitu ayat 6 A. Banyak yang menuding ini adalah politik bunglon, permainan elit politik. Pasal yang kontroversi tak baik untuk citra partai-partai politik Indonesia sehingga memunculkan sikap apatis terhadap parpol di tengah  masyarakat.  Dan beberapa pihak menyebutkan tak perlu terjadi kenaikkan BBM, sesuai dengan UU no 22/2011 APBN 2012 Pasal 7 ayat 6, menyatakan bahwa harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.

Direktur INDEF Enny Sri Hartati menyebutkan, berdasarkan pantauan saya dari media elektronik.  Ia menyebutkan kenaikan BBM justru membuat beban anggaran negara meningkat.  Karena beban anggaran negara membengkak untuk harus menyiapkan skema kompensasi. Kompensasi yang paling membebani anggaran negara adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) diperuntukkan bagi 18,5 juta rumah tangga sehingga mengeluarkan dana senilai RP 25 triliun.

Berdasarkan data dari banggar, jika harga dinaikkan akan ada penghematan Rp  41 trilliun bagi APBN. Tapi kompensasi akibat kenaikkan BBM hampir Rp 100 trilliun. Dan yang paling menyedot anggaran negara adalah BLSM.

Perlu diketahui juga,  Wamen ESDM, Widjajono mengatakan bahwa apabila ICP April nanti mencapai 130 US$/barel maka 1 Mei BBM akan naik. Untuk sementara baru menembus angka 105 US$/barel, dan apabila berdasarkan APBN-P 2012 dengan menambah pasal 7 ayat 6 a, maka rata-rata ICP mesti 15 persen, dikisaran harga 120 US$/barel  dan pemerintah akan menyesuaikan harga BBM. Tapi menurutnya lagi, hitungan 6 bulan bukan sejak APBN-P disahkan. Bisa dihitung secara mundur, jadi tidak hanya dihitung Januari 2012 atau April 2012, bisa jadi hitungannya dari Oktober 2012. Perhitungan mundur ini jelas akal-akalan untuk meloloskan kebijakan pemerintah.

Entah mana yang benar, tapi kalau benar ada sindikat kebohongan yang membodohi masyarakat awam. Dan permainan elit-elit yang berkuasa dimana logika saya belum mampu menyentuhnya. Kita tunggu Mei mendatang apakah perhitungannya menembus angka 120 US$/barel atau lebih. Tetap saja pemerintah ingin menaikkan harga BBM. Nyatanya juga setiap tahun minyak dunia selalu berubah, kalau kita selalu mengikuti mekanisme pasar dunia kapan kita mandiri. Mengutip pasal 33 ayat 1, perekonomian adalah usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Atau ayat 3, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dan bukan untuk mekanisme pasar atau apapun namanya.(and)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline