Lihat ke Halaman Asli

Gabriel Tanggela Walu

guru/ pendidik

Sejara Terjadinya Pasola di Sumba Barat Daya

Diperbarui: 2 Maret 2024   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"PASOLA" berasal dari kata sola atau hola yang berarti kayu lembing. Dalam konteks ritual, pasola merupakan tradisi perang adat dimana dua kelompok penunggang kuda saling berhadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing kayu kearah lawan.
Dalam tradisi itu, setiap suku beradu ketangkasan. Mereka berperang saling melempar tombak sambil menunggang kuda. Tidak mudah. Risiko pun tinggi. Mulai terjatuh dan terpelanting. Bahkan ada juga yang terkena lemparan tombak. Berdarah"  Itu biasa. Begitulah tradisi Perang Pasola.
      Seperti yang di ketahui Perang Pasola merupakan sebuah ritual adat yang selalu dilakukan setiap tahunnya. "Februari atau Maret," hal ini di lakukan untuk menjaga adat tetap hidup di antara laju perkembangan zaman yang semakin berkembang, serta sebagai bentuk penghormatan para penduduk sumba untuk leluhur mereka yang selalu menjaga dan memberi kehidupan.Namun di balik meriahnya kegiatan festival pasola ada sejarah cerita masyarakat menarik di dalamnya. Pada zaman dahulu kala hiduplah janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang sumba.
        Saat itu Rabu Kaba merupakan seorang janda Umbu Dulla. Tak lama kemudian, perempuan cantik itu dinikahi salah satu pemimpin kampung, Umbu Amahu. Setelah resmi menikah, Rabu Kaba ditinggal sang suami mengembara dalam waktu yang cukup lama.
      Pada saat itu umbu Amahu tidak sendirian. Ia ditemani dua pemimpin lainnya, Ngongo Tau Masusu dan Bayang Amahu. Nahas, ketiga pemimpin nan gagah itu tak kunjung kembali. Warga setempat pun menganggap mereka telah mati.
    Pada waktu bersamaan, Rabu Kaba kembali jatuh cinta. pada seorang pemuda dari Kampung Kodi bernama Teda Gaiparona. Sayangnya, cinta mereka terhalang adat. Cinta mereka juga tak direstui oleh kedua keluarga. akhirnya mereka memutuskan untuk kawin lari.
       Saat itu Rabu Kaba pergi meninggalkan kampung bersama suami barunya. Tidak  lama berselang, keajaiban datang. Ketiga pemimpin Kampung Waiwuang ternyata kembali. Termasuk suami Rabu Kaba, Umbu Amahu.
        Berita kembalinya Umbu Amahu sampai ke telinga Rabu Kaba. Namun, perempuan itu sudah terlanjur jatuh hati dengan Teda Gaiparona. Ia pun memutuskan untuk tidak kembali ke dalam pelukan Umbu Amahu yang sudah pulang.
         Saat mengetahui hal itu, Umbu Amahu sangat marah, tidak  menyangka istri tercinta pergi meninggalkannya. Akhirnya Umbu Amahu memerintahkan warga Waiwuang untuk mengadakan tradisi menangkap nyale (cacing laut) dan Pasola untuk melupakan kesedihan tersebut. Dan akhirnya tradisi itu di lanjutkan sampai sekarang menjadi sebuah warisan budaya yang sangat menarik dan berhasil menarik perhatian para wisatawan dunia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline