Baru-baru ini kita telah dihebohkan terkait pemberitaan tentang kasus perkosaan yang pelakunya berasal dari Indonesia, seorang Pria berumur 36 tahun bernama Reynhard Sinaga.
Pelaku tersebut telah dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Inggris, diketahui bahwa kasus ini telah ditangani sejak tahun 2017 silam dan baru diekspose oleh media Inggris tahun ini karena Pengadilan Inggris telah menetapkan hukumannya. Informasi lengkap tentang kasus ini bisa diperoleh di media yang telah tersebar di internet maupun di sosial media.
Namun yang ingin diketahui bahwa ada hal yang menarik menurut pendapat saya, yaitu ;
1. Tentang hak-hak asasi pelaku dan korban yang diterapkan oleh media Inggris, kasus ini baru beredar setelah Pengadilan Inggris menjatuhi hukuman seumur hidup kepada pelaku.
Menariknya adalah ketika media Inggris tidak menghebohkan pemberitaan saat pelaku belum diberi putusan bersalah oleh Pengadilan dalam artian masih dalam tahap penyidikan, karena dimungkinkan ada azas praduga tak bersalah sebelum ketetapan hukum yang mengikat dan tidak mengekspos para korbannya.
Disini sudah sangat jelas bahwa ada aturan yang tegas agar tidak sampai pada ranah privasi yang memungkinkan korban akan mengalami dampak psikologis berkelanjutan. Ini berarti telah menerapkan sistem pro terhadap korban, baik dari perlindungan hukum dan hak asasinya.
Pemberitaannya pun menggunakan diksi dan runut kejadian yang jelas baik dari artikel ataupun reportase langsung tempat kejadian perkara, mengekspos pelaku lengkap dengan foto dan latar belakang si pelaku yang jelas saat tanpa sensor sana-sini setelah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan.
2. Para korban adalah kaum pria, untuk itu jelas bahwa bukan hanya perempuan saja yang bisa menjadi sasaran perkosaan, bukan soal baju apa yang dikenakan oleh korban hingga tidak ada penghakiman apapun kepada korban, tidak ada yang bisa dipersalahkan bahwa jika korban pria juga memiliki kecenderungan penyimpangan orientasi seksual atau jika korban perempuan yang dipersalahkan adalah pakaian yang dikenakan.
Media Inggris tidak memberitakan identitas para korban yang tentunya juga mengalami trauma.
3. Pelaku jika dipandang dari segi objektifitasnya saja yang notabene berpendidikan tinggi, berasal dari kalangan berada, memiliki keluarga yang berstatus sosial tinggi, rajin beribadah, tampak seperti pribadi yang bermoral, tidak menjamin bahwa seseorang tidak memiliki kecenderungan rapist.
Terlepas dari itu semua kita tidak sepatutnya menyalahkan penyimpangan orientasi seksualnya karena ini berdiri terpisah, yang patut dipersalahkan adalah perilakunya yaitu siapa saja bisa melakukan kebiadapan itu.