Indonesia merupakan salah satu negara yang beragam atas suku, ras, agama dan perbedaan budaya antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Sekelompok terbentuk menjadi kumpulan dan terbentuk kepercayaan serta norma yang diyakini apa yang boleh dilakukan maupun tidak boleh dilakukan. Keberagaman budaya ini mengakibatkan terbentuknya adat istiadat yang terbentuk setiap masing-masing wilayah terbentuk sesuai dengan ciri khas budayanya. Artinya, adat istiadat yang terbentuk dijaga sebagai bentuk pelestarian, rasa hormat terhadap nenek luhur serta setiap suku bangsa wajib untuk menjunjung tinggi. Oleh karena itu, Hukum adat di Indonesia diterapkan dan dihormati hingga saat ini.
Seiring perkembangan zaman, muncul teori tentang hak asasi manusia dan Indonesia termasuk negara yang menjunjung tinggi negara yang menganut hak asasi manusia. Manusia modern mulai sadar bahwa manusia akan selalu melekat dengan hak asasi manusia sebagai identitas manusia itu sendiri. Hak asasi manusia sebagai bentuk perlindungan serta upaya terhadap manusia bahwa selalu melekat, kebebasan, berhak untuk tidak mendapatkan perlakuan yang baik, dan menikmati haknya sebagai manusia. Prinsip hak asasi manusia yang selalu dipegang ada universal, tak terbagi, saling bergantung, saling terkait, kesetaraan, non diskriminasi dan tanggung jawab negara.
Contoh kasus yang terjadi di Indonesia kawin lari di Sumba yang menculik wanitanya secara paksa dan memaksa wanita tersebut menikah sehingga berakhir dengan pelanggaran hak asasi manusia yang menculik orang secara paksa. Tindak tersebut tidak dibenarkan juga oleh Aprissa selaku Ketua Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi dan tinggal di Sumba turut bimbang melalui pendapatnya bahwa tradisi yang berjalan di Sumba sangat berlapis perjuangan kami disini, karena bukan saja berhadapan dengan kekerasan seksual itu sendiri, tetapi karena diatasnamakan sebagai tradisi, adat atau budaya sehingga sangat sulit dihilangkan.
Akan tetapi, kenyataannya di dalam hukum adat sendiri terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia sehingga muncul pertentangan antara hukum nasional dengan hukum adat tersendiri. Hal tersebut didukung oleh Pdt. Hariman A. Pattianakotta. M.Th selaku Pendeta Universitas Maranatha menyatakan bahwa tradisi-tradisi tersebut sebetulnya sudah menjadi kebiasaan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman sehingga tradisi ini sebetulnya sudah tidak relevan. Oleh karena itu, butuh peninjauan corak hukum adat lebih dalam.
Daftar Pustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H