Lihat ke Halaman Asli

Gabriella Mercy

Kumpulan Opini

Terpenjara dalam Berita

Diperbarui: 17 November 2020   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh ErikaWittlieb dari Pixabay

Era globalisasi membawa setiap individu memperoleh berita dengan sangat cepat. Seolah-olah setiap kejadian tidak lagi terbatas oleh ruang ataupun waktu. Saat ini sebagian besar pemikiran dan tindakan individu dilakukan berdasarkan apa yang diberitakan oleh media. Pemilihan kata "media" disini merujuk pada media massa tradisional (televisi, koran, radio, dsb.) dan media massa online (portal berita).

Setiap individu memiliki rasa ingin tahu serta preferensi media yang berbeda-beda. Ada tipe individu yang mudah tergiring oleh opini media hanya dengan membaca headline. Ada juga individu yang harus membaca atau mendengar dari beberapa sumber media sebelum menjadi percaya tentang isu tertentu. Masyarakat yang lebih berumur tentu memiliki pilihan media yang berbeda dengan generasi muda. Pilihan yang Saya maksud disini adalah radio, televisi, portal media online, dll. Hal inilah yang menjadi realitas dalam kehidupan sosial masyarakat.

Realitas ini mendorong setiap media massa tradisional maupun media massa online berlomba-lomba meraih audiens sebanyak mungkin. Tidak dapat dipungkiri bahwa media juga mencari uang dari pemberitaan yang mereka lakukan. Tanpa uang, bagaimana media mampu menjalankan operasional perusahaan? Bagaimana reporter dapat bertugas di lapangan? 

Kita tahu bersama media seharusnya memberitakan sesuatu dengan prinsip cover both side. Namun, apakah hal itu benar-benar terjadi? Hanya pemilik dan redaksi media yang mengetahuinya. Sebagai masyarakat biasa kita hanya bisa menganalisis, bukan menghakimi . 

Kata terpenjara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti disekap dalam penjara. Pemaparan yang Saya sampaikan di atas adalah hasil pengamatan Saya tentang media di Indonesia. Setiap negara tentu memiliki fenomena yang berbeda-beda. Kali ini Saya ingin melihat salah satu perusahaan media terkemuka di China yaitu Xinhua News Agency.

Salah satu inovasi mereka dalam globalisasi adalah memberikan layanan media melalui media cetak dan internet. Selain itu, perusahaan ini juga memberikan layanan periklanan online di seluruh Asia. Perusahaan yang kini berusia 89 tahun tersebut memiliki sejumlah besar biro di seluruh China, dengan 7.000 jurnalis yang melakukan liputan tentang peristiwa di China dan dunia.

Di Indonesia terdapat salah satu lembaga pengawas pemberitaan di media yaitu Dewan Pers Indonesia yang pertama kali dibentuk tahun 1966. Dewan Pers berdiri sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Sedangkan, kebijakan yang berlaku di China adalah pengawasan yang sangat ketat terhadap media. Xinhua News Agency dikontrol dengan sangat ketat serta diawasi langsung oleh pejabat senior pemerintah China. 

Dalam buku yang Saya baca, dijelaskan bahwa artikel berita dari Xinhua News Agency merupakan artikel yang panjang dan cenderung bermain aman dengan tidak memberikan kritik kepada pemerintahan China. Dijelaskan juga bahwa perusahaan sebenarnya Xinhua News Agency telah merambah dunia maya namun isinya masih membosankan dan penuh sensor. 

Tentu hal ini berbeda dengan media-media di Indonesia. Menurut Saya, media di Indonesia sangat berani dan kritis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya. Berbeda dengan media di China yang mungkin cenderung bermain aman dengan tidak mengkritisi pemerintah. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia juga tidak seketat pengawasan yang berlaku di China. 

Jadi media mana yang terbaik? Media dengan pengawasan penuh dari pemerintah atau tidak? 

Jangan biarkan kita terpenjara oleh berita dan jadilah bebas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline