Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Effect versus Rhoma Irama Effect sebagai Capres yang Bukan Ketum Parpol

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kanan) seusai berduet dengan Rhoma Irama di Jakarta Night Festival, Rabu (1/1/2014) dini hari. (KOMPAS.com/Fabian Januarius Kuwado)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (kanan) seusai berduet dengan Rhoma Irama di Jakarta Night Festival, Rabu (1/1/2014) dini hari. (KOMPAS.com/Fabian Januarius Kuwado)"][/caption] Menarik menyimak melihat hasil quick count pada pemilu legislatif 9 April 2014 dengan membandingkan Rhoma Irama Effect dengan Jokowi Effect dalam mendapatkan suara pemilih karena keduanya adalah capres yang bukan menjabat sebagai ketua umum Partai Politik.

Pada pemilu lalu 2009 Partai Kebangkitan Bangsa mendapatkan suara4,94 % sedangkan PDIP mendapatkan suara 14,03%. Pada quick count Kompas tanggal 9 April 2003 pada pukul 15.30 PKB mendapatkan suara 10,19% sedangkan PDIP mendapatkan suara 18,03%.

Dengan perbandingan data kedua pemilu legislatif 2014 dan 2009 di atas maka PKB mendapatkan kenaikan suara signifikan 106,27%. Sedangkan PDIP mendapatkan kenaikan suara sebesar 28,51%. Padahal Jokowi sehari sebelum pemilu legislatif mentargetkan pencapaian suara di Jakarta saja sebesar dua kali lipat dari 11% menjadi 20%.

Dengan data kenaikan suara PKB sebesar 106,27% dan PDIP sebesar 28,51 % maka menarik untuk dibahas dari sudut capres yang tidak menjabat Ketua Umum Partai Politik. Ada empat hal yang perlu dapat menjadikan peningkatan elektabilitas yang semakin tinggi dari para pemilih untuk mencoblos parpol ataupun caleg parpol tersebut . Di sini makna elektabilitas adalah kesediaan para pemilih dalam pemilu untuk mau memilih seseorang untuk menjadi caleg atau capres dan cawapres.

Pertama, Jika capres yang tidak menjabat ketua umum partai politik maka fungsi endorser sang capres untuk meningkatkan elektabilitas atas peningkatan suara partai dan para caleg perlu dilihat dalam hal kualitas hubungan (quality of relationship) yang sudah terjalin antara si capres dengan para pengagumnyaatau calon pemilihnya. Jika tingkat hubungan membagi hati (heart share) dari pemilih kepada Capres semakin tinggi maka si capres akan semakin dapat menaikkan elektabilitas suara pada partai politik dan para calegnya secara lebih pasti.

Kedua, fungsi popularitas untuk menaikkan elektabilitas perlu dicermati dengan sangat karena ketika si pemilih sudah berada di balik bilik suara maka seketika dalam beberapa detik mereka mendapatkan begitu banyak gambar parpol dan gambar pilihan caleg. Sehingga banyak pemilih terlihat sangat kebingungan untuk menetapkan partai politik mana dan caleg mana yang mau dipilih dan dicoblos. Proses penentuan detik terakhir untuk mencoblosnya sangat dipengaruhi oleh ingatan jangka panjang (long term memory) si calon pemilih kepada parpol atau gambar caleg.

Jika bersandar hanya pada popularitas sang Capres semata maka hanya akan sampai pada tingkat ingatan jangka pendek (short term memory) saja. Jadi penentuan parpol dan caleg mana yang mau dicoblos di bilik hanya menyisakan sekian detik waktu saja sebelum keputusan cepat diambil.Sehingga ingatan jangka panjang atas si capres sangat relevan dapat meningkatkan elektibilitas secara jelas untuk perolehan suara parpol dan caleg. Para pemilih tentu tidak demikian gampangmeninggalkan ingatan kepada parpol dan caleg yang akan dicoblos di ruang bilik karena lupa pada si capres yang hanya diingat pada tingkat short term memory.

Ketiga, capres yang bukan menjabat sebagai ketua umum parpol yang ingin dijadikan sebagai endorser untuk menaikkan suara partai maka waktu penyatuan personal branding si capres dengan branding parpol yang mengusungnya beserta branding caleg yang bersangkutan sangat memerlukan proses penyatuan nilai (value) branding melalui proses penyatuan Branding Personal Capres dan Branding Parpol.

Karena dalam benak pemilih masih ada rasa belum menerima branding value dari personal branding capres dengan branding value parpol dan beserta branding caleg-caleg lainnya yang diusung oleh parpol. PKB mendapatkan peningkatan suara di Pileg 9 April 2014 karena para pemilih telah dapat melihatbranding Rhoma Irama telah menyatu dengan branding parpol PKB dibandingkan dengan penyatuan personal branding Jokowi dengan branding parpol PDIP di mata para pemilih dan calon pemilih dari partai sendiri maupun dari pemilih partai lainnya.

Keempat, Proses Co Branding sangat perlu ditangani dengan baik dari Capres dan Parpol yang mengusungnya beserta calegnya sebagai satu kesatuan produk yang mempunyai nilai (value) bersama yang telah menyatu. Branding dari capres ketika disandingkan dengan branding partai dan branding caleg perlu disatukan dalam satu value. Harian Kompas tanggal 9 April 2014 yang menuliskan bagaimana kantor berita Perancis (AFP) mewawancarai Rhoma Irama yang akan maju sebagai capres di Pilpres 2014. Rhoma Irama memberikan nilai (Value) dalam personal branding. Rhoma Irama dengan iklan kampanye politiknya yang kerap mengenakan kostum ala sosok film laga telah disatukan dengan branding PKB sebagai partai berbasis Islam untuk para pemilih mereka yang loyal dan para pemilih dari parpol lainnya.

Dalam proses Co-Branding perlu diuji apakah nilai (value) dari personal branding dari Jokowi telah menyatu dengan Branding PDIP dan Branding caleg-caleg PDIP lainnya. Juga apakah nilai (value) dari personal branding dari Rhoma Irama telah menyatu dengan Branding PKB dan Branding caleg-caleg PKB lainnya. Untuk proses penyatuan value dalam Co-Branding antara personal branding capres dan parpol dan caleg maka periode pengumuman capres yang mau diusung oleh parpol perlu lebih lama waktunya sebelum hari pemilu legislatif itu sendiri.

Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengumumkan dan menegaskan kepada publik bahwa calon presiden (capres) yang akan diusung PKB adalah tetap Rhoma Irama dan bukan Jusuf Kalla pada tanggal 31 Januari 2014, yaitu hampir dua bulan sebelum Pemilu legislatif 9 April 2014. Sedangkan Ketua Umum Megawati baru menulis Surat perintah harian yang dibacakan oleh Puan Maharani sebagai Ketua Bappilu PDI Perjuangan di kantor DPP PDI Perjuangan Jakarta pada tanggal 14 Maret 2014 yaitu tiga minggu sebelum Pemilu legislatif 9 April 2014.

Jadi dengan keempat faktor analisis di atas maka jelaslah mengapa personal branding Capres Rhoma Irama lebih menyumbang suara yang lebih tinggi ke PKB sebesar 106,27% dibandingkan dengan PDIP sebesar 28,51%.

Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan suara Gerindra di Quick Count Pemilu April 2014 yang naik sebesar 12,02% dari Pemilu 2009 sebesar 4,46% atau meningkat sangat signifikan sebesar 169,50%. Perolehan suara Golkar pada Quick Count pemilu April 2014 juga meningkat sebesar 17,47% dibandingkan dengan Pemilu 2009 sebesar 14,45% atau meningkat sebesar 20,89 %.

Pada kedua partai politik ini ketua umum parpol sekaligusadalah sebagai capres di pemilu 2014. Jadifaktor endoser capres sebagai ketua umum dalam meningkatkan suara pemilih Parpol melalui para kader politiknya yang loyal telah berjalan baik dalam waktu cukup lama.Juga personal branding dari capres telah menyatu dengan branding parpol dan branding calegnya melalui proses Co-Branding telah berjalan baik dan telah berjalan lama sehingga para pemilih telah menjadi lebih mantap.

Juga hubungan heart share antara kedua parpol dengan para pemilihnya yang loyal telah berjalan dengan baik. Para pemilih sudah loyal pada Gerindra dan Golkar. Pemilih dari Parpol lainnya juga menjadi yakin dengan branding Parpol Gerindra dan Golkar.

Semoga Personal Branding Capres dan Cawapres akan dapat lebih menyatu dengan Branding Parpol dan Branding Koalisi Partai Politik di Pilpres dan Pilcawapres tanggal 9 Juli 2013 mendatang. Dan juga melalui Co-Branding dari Value Branding Parpol yang berkoalisi. Pengumuman nama capres dan cawapres yang lebih lama untuk proses Co-Branding dapat membantu para pemilih untuk lebih gampang masuk ke ruang ShortTerm Memory dan Long-Term Memory sehingga ketika mereka ada bilik suara dapat dengan cepat memutuskan capres dan cawapres yang akan dipilih dan tidak menjadi bingung lagi.

Nama program-program capres dan cawapres sebaiknya dapat lebih dibuat lebih singkat, menarik dan memikat sehingga program ini akan dapat meningkatkan Personal Branding capres dan cawapres melalui Co-Branding parpol dan parpol koalisi sehingga memudahkan pemilih untuk mengingatnya di ShortTerm Memory dan Long-Term Memory. Juga isi komunikasi program capres dan parpol dan koalisasi dapat lebih memudahkan si pemilih secara cepat memutuskan capres dan cawapres yang akan dipilih ketika mereka ada di bilik suara pemilu.

Selamat bertanding untuk para capres dan cawapres dengan parpolnya tanggal 9 Juli 2014. Selamat menyatukan nilai (value) dari personal branding capres dan cawapres dengan branding parpol dan branding koalisi parpol melalui aktivitas Co-Branding yang lebih tepat.

Gabriel Chanfarry H

Pengamat Ekonomi, Perbankan dan Politik

Konsultan Strategi dan Marketing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline