Lihat ke Halaman Asli

Terapi Hemofilia: Sia-sia atau Bermanfaat?

Diperbarui: 25 November 2017   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali kita mendengar kata 'hemofilia' pasti yang terngiang di pikiran kita adalah penyakit dimana darah tidak bisa membeku. Banyak orang mengatakan bahwa penyakit ini sangatlah berbahaya bahkan bisa menyebabkan kematian. Akan tetapi, banyak pula yang berpendapat bahwa penyakit ini mampu diatasi dengan terapi. Namun, apakah terapi ini memang benar-benar dapat menyembuhkan para penderita hemofilia? Sebelum itu, kita harus terlebih dulu memahami tentang darah serta proses pembekuannya pada tubuh kita.

Darah merupakan komponen esensial yang ada pada makhluk hidup, khususnya hewan dan manusia. Darah di dalam tubuh kita memiliki berbagai fungsi yang teramat penting, antara lain mengedarkan sari-sari makanan, mengangkut oksigen, mengedarkan hormon, membawa sisa oksidasi sel tubuh, menyerang antigen (benda asing atau bakteri) yang masuk ke dalam tubuh, mengatur suhu tubuh, dan masih banyak lagi. 

Tanpa adanya darah tentu kita tidak akan bisa hidup. Darah sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu plasma darah (berbentuk cairan) dan sel darah. Sel darah terdiri dari 3 komponen yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).

skemaa-5a198acffcf68145ae5308b3.jpg

Sehubungan dengan topik kita, hemofilia, maka kita akan membahas lebih lanjut mengenai trombosit. Mengapa trombosit? Sebab trombosit memegang peran yang besar dalam proses pembekuan darah. Ketika pembuluh darah terluka atau mengalami kebocoran, tubuh akan melakukan 3 mekanisme utama, yaitu melakukan pengkerutan (kontriksi) pada bagian pembuluh darah yang terluka, aktivitas trombosit, kemudian aktivitas komponen pembekuan darah lainnya di dalam plasma darah. 

Reaksi pertama yang dilakukan tubuh yaitu melakukan kontriksi terhadap pembuluh darah, yang memicu trombosit menempel pada area pembuluh darah yang terluka. Kontriksi ini bertujuan untuk mempersempit pembuluh darah agar darah yang keluar tidak bertambah banyak. Trombosit akan pecah apabila menyentuh area luka tersebut. 

Selama proses perpecahan, trombosit akan mengeluarkan enzim yang bernama enzim trombokinase. Enzim ini akan memicu protrombin berubah menjadi trombin. Perubahan ini dibantu oleh ion kalsium dan vitamin K. Kemudian, trombosit akan memberikan sinyal kepada trombosit lain dan faktor-faktor pembekuan darah agar membantu untuk menutup luka tersebut. Trombosit yang awalnya berbentuk bulat akan berubah bentuk menjadi berduri (seperti tentakel). Hal ini berfungsi untuk memudahkan pelekatan antar trombosit.

Di sisi lain, trombin akan mengaktifkan fibrinogen sehingga berubah menjadi fibrin. Fibrin berbentuk serat-serat panjang yang tidak dapat terlarut. Karenanya, ia akan menempel pada kumpulan trombosit, lalu membentuk struktur menyerupai jaring-jaring. Serat-serat fibrin ini bersifat lengket sehingga trombosit, eritrosit, maupun leukosit yang lewat dapat menempel dan membantu proses penutupan luka. 

Setelah luka dapat tertutup dengan baik, maka trombosit akan kembali mengirimkan sinyal untuk menghentikan proses pembekuan darah. Tanpa adanya sinyal ini bisa menyebabkan penggumpalan darah di seluruh tubuh yang membahayakan diri kita.

Dalam proses pembekuan darah, banyak faktor pembekuan darah yang terlibat. Faktor-faktor tersebut adalah:

  • Faktor I (fibrinogen)
  • Faktor II (protrombin)
  • Faktor III (tromboplastin)
  • Faktor IV (kalsium)
  • Faktor V (proakselerin)
  • Faktor VI (tidak dipakai lagi karena fungsinya sama seperti faktor V)
  • Faktor VII (prokonvertin)
  • Faktor VIII (anti hemofilia A)
  • Faktor IX (anti hemofilia B)
  • Faktor X (faktor stuart-power)
  • Faktor XI (anti hemofilia C)
  • Faktor XII (faktor hageman)
  • Faktor XIII (faktor stabilisasi fibrin)

Setelah mengetahui proses pembekuan darah, kita akan membahas mengenai topik kita yaitu hemofilia.

Hemofilia pada umumnya bersifat herediter, yang artinya merupakan penyakit kelainan genetik atau penyakit keturunan. Darah para penderita hemofilia tidak dapat membeku secara normal dengan sendirinya atau dengan kata lain tidak secepat orang yang tak mengidap hemofilia. Akibatnya, pengidap hemofilia biasanya akan mengeluarkan darah yang lebih banyak ketika cedera/terluka daripada orang normal. Bahkan, pengidap hemofilia juga bisa mengalami pendarahan di dalam tubuh secara tiba-tiba. Lantas bagaimana seseorang bisa mengidap hemofilia?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline