Lihat ke Halaman Asli

Gabriel Gusti

Mahasiswa

Dua Mata Pisau Kebijakan Penanganan Covid-19 di Australia

Diperbarui: 19 November 2020   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan publik sebagai efficient goal achievement menekankan rasionalitas yang harus dimiliki pembuat kebijakan dalam proses formulasi sehingga implementasinya dapat berjalan dengan baik. Pembuat kebijakan dituntut untuk memahami kondisi masyarakat yang mencakup nilai-nilai penting di dalamnya, alternatif kebijakan yang ada, konsekuensi dari kebijakan tersebut, dan harus dapat menghitung rasio antara tujuan dan nilai sosial yang memungkinkan untuk "dikorbankan" karena suatu kebijakan tentunya tidak dapat menyenangkan semua pihak dalam waktu bersamaan.

Amitai Etzioni mengungkapkan Mixed Scanning Theory yang secara garis besar memiliki tujuan untuk menyarankan pengambilan keputusan secara rasional komprehensif atau inkremental, sesuai dengan keadaan (Islamy, 2014).

Pandemi COVID-19 yang terjadi di seluruh dunia mengharuskan setiap negara untuk melakukan langkah-langkah penanganan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di dalamnya, tidak terkecuali Australia. Dapat dikatakan bahwa Australia merupakan salah satu negara yang berhasil dalam menekan penyebaran virus COVID-19. Tulisan ini akan membahas kebijakan publik sebagai efficient goal achievement dengan memperlihatkan bahwa dalam mencapai tujuan kebijakan penanganan COVID-19, tentunya terdapat kelompok rentan yang terkena dampak dalam implementasinya.

Keberhasilan Australia dalam menerapkan kebijakan COVID-19 merupakan hasil dari kombinasi sistem politiknya yang stabil. Pemerintah Persemakmuran Australia saat ini merupakan koalisi antara partai Liberal dan Nasional. Partai Liberal memiliki elemen liberal secara sosial dan ekonomi, serta kelompok konservatif sosial yang kuat, sedangkan Partai Nasional adalah partai pedesaan, yang menggabungkan pemikiran konservatif secara sosial dengan fokus pada kepentingan paroki pedesaan dan kota kecil (O'Sullivan, Rahamathulla & Pawar, 2020). Kehadiran dua pandangan partai tersebut berperan besar dalam mensukseskan kebijakan penanganan COVID-19 di Australia.

Australia membentuk konstitusional ekstra Kabinet Nasional pada Maret 2020 yang bertugas khusus dalam melakukan koordinasi untuk menyikapi pandemi COVID-19. Pada 23 Januari 2020, Australia mulai melakukan pembatasan penumpang penerbangan dari Wuhan ke Sydney. Dalam dua hari, empat kasus pertama terdeteksi sehingga Australia semakin memperketat langkah keamanaan perbatasan dengan membatasi orang-orang dari Wuhan untuk masuk ke Australia.

Pada 3 Maret 2020, dimunculkan peringatan bagi setiap warga negara dan penduduk tetap untuk tidak meninggalkan negara dengan alasan yang tidak penting diberlakukan, kemudian pada 21 Maret 2020, peringatan tersebut diperluas tidak hanya untuk warga negara dan penduduk tetap, melainkan untuk semua penduduk tidak tetap dan bukan warga negara.

Pertengahan Maret 2020 menjadi puncak jumlah angka infeksi baru yang mencapai sekitar 400 orang. Hal tersebut menjadi momentum bagi pemerintah untuk menerapkan social distancing yang ketat. Pada 27 Maret 2020, warga negara dan penduduk tetap yang kembali ke Australia dari luar negeri harus menjalani karantina selama dua minggu di hotel dengan pengawasan polisi dan otoritas kesehatan masyarakat.

Dalam kurun waktu Januari hingga Mei, pemerintah Australia sukses menerapkan kebijakan penanganan COVID-19 dibuktikan dengan adanya penurunan jumlah kasus COVID-19. Pada bulan Juli hingga Agustus 2020, peningkatan kasus COVID-19 kembali terjadi dan merupakan lonjakan tertinggi menyentuh angka sekitar 700 sejak virus tersebut masuk ke Australia. Namun, penanganan yang baik dengan pemberlakuan lockdown telah dapat menurunkan jumlah penularan pada akhir bulan September.

Pada 19 November 2020, tidak ada kasus lokal baru dari virus korona yang tercatat di New South Wales, menjadikannya hari ke-12 berturut-turut dari nol penularan komunitas (Lyons, 2020). Bahkan, persiapan menyambut hari raya natal mulai dipersiapkan di Australia dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Namun, sebuah kebijakan yang berhasil tentunya memiliki dampak lain yang merugikan. Mau tidak mau, prioritas kesehatan merupakan hal yang paling penting dibandingkan dengan hal lainnya yang mungkin harus "dikorbankan". Angka yang dirilis pada 14 Mei 2020 mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran Australia telah meningkat menjadi 6,2% pada April 2020 karena ekonomi kehilangan 594.300 pekerjaan (Cranston, 2020).

Di sisi lain, hubungan keluarga di tengah pandemi COVID-19 tidak berjalan seperti biasanya yang ternyata juga berdampak pada terjadinya peningkatan kekerasan dalam keluarga. Pada akhir Maret, sebuah kelompok advokasi Women's Safety NSW melakukan survei kepada 80 pekerja garis depan dan penyedia layanan kekerasan dalam rumah tangga, yang melaporkan peningkatan jumlah klien sebesar 40% sejak diperkenalkannya tindakan isolasi di seluruh negara bagian (O'Sullivan, Rahamathulla & Pawar, 2020). Persemakmuran Australia mengakui kemungkinan peningkatan kekerasan dalam keluarga dengan mengalokasikan tambahan 150 juta dollar Australia untuk layanan dukungan kekerasan dalam rumah tangga (Carlton, 2020).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline