Rasanya manusia zaman ini tak bisa hidup tanpa teknologi, khususnya internet.
Internet telah mengubah hidup manusia selama tiga puluh decade. Mulai dari urusan domestic seperti membayar tagihan rumah tangga, belanja kebutuhan, membersihkan rumah hingga urusan layanan public dan perkantoran semua bergantung pada internet.
Tak terkecuali hal-hal kecil seperti menentukan arah dan mata angin. Tinggalkan kompas atau rasi bintang, siapa yang tak pernah memanfaatkan fasilitas share location pada layanan pesan instant atau berkemudi dengan panduan Google Map, Waze dan aplikasi sebagainya?
Baca juga: Beidou (BDS) Satelit Navigasi Global Tiongkok Resmi Beroperasi Penuh
Dengan sekali kilk, internet akan menghubungkan fasilitas Global Positioning System pada perangkat kita dengan satelit, mengirimkan titik lokasi dan koordinat. Pertemuan, pelacakan atau pengiriman barang menjadi lebih mudah.
Maka kita sering menjumpai pengemudi angkutan online yang focus menekuri layar smartphonenya, menelusuri jalur dan jalan, menemukan alamat yang dituju. Namun tak jarang GPS bawaan perangkat justru menyesatkan penggunanya.
Membawa melintasi jalan berliku-liku yang tak jarang malah memakan waktu lebih lama dan melelahkan. Jika sudah begini orang biasa beralih dengan metode GPS gunakan penduduk sekitar, alias bertanya. Sesuai dengan pepatah malu bertanya sesat di jalan.
Sebelum internet serta GPS membantu manusia dalam menentukan arah, orang Jogja telah menciptakan system navigasi melalui dengan arah mata angin. Lor, kidul, kulon dan wetan adalah Bahasa Jawa untuk arah utara, selatan, barat dan timur.
Bagi yang pernah bertanya pada orang di Jogja, mungkin pernah menjumpai petunjuk arah begini "Oh, nek bade teng Malioboro saking keraton ngalor mawon ngantos prapatan atau ngetan mawon". Bukannya malah terbantu, terkadang kening akan berkenyit lebih dalam lagi.