Lihat ke Halaman Asli

Kampanye Senyap, Menghanyutkan Caleg DPD DIY Bambang Soepijanto

Diperbarui: 26 Januari 2019   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bendera sebuah Partai Politik sudah berkibar dibanyak jalanan Jogja. Pertanda jika pawai kampanye sepeda motor segera terjadi. Jika sudah begitu deru knalpot "blombongan" atau knalpot modifikasi memenuhi udara, menyesakkan bersama asap yang terus mengepul. Tak Cuma satu, dua atau sepuluh motor yang melintas dengan model serupa. Ada puluhan hingga ratusan sepeda motor beriringan, memainkan gas sembari memencet klakson. Berboncengan dua-dua tanpa helm, rombongan itu melindas jalanan Jogja dengan pakaian dan atribut yang sama. Akhir pekan itu adalah jadwal kampanye sebuah Partai Politik, bergantian dengan Parpol lain. Beberapa mobil polisi berjaga di beberapa titik perempatan. Namun mereka seakan tak kuasa untuk menghalau massa tak berheml itu. Memenuhi jalanan dan setengah memaksa meminta jalan.

Model kampanye macam ini memang bukan yang pertama kali dilakukan oleh Parpol. Seingat saja, sejak Orde Baru musim kampanye selalu identik dengan konvoi kendaraan bermotor. Hak tiap warga negara untuk berpartisipasi dalam politik dan suksesi pemerintahan. Sayangnya, sering kali ekspresi mereka kelewat ekstra. Ekstra bising hingga memekakkan telinga juga ekstra nekad dengan melanggar sejumlah peraturan lalu lintas, dan tak jarang membawa anak-anak!

Dilansir dari situsnya, KPU sudah memberikan aturan terkait konvoi atau rombongan kendaraan bermotor dalam kampanye, khususnya konvoi dalam kegiatan rapat umum. Rapat umum yang dimaksud adalah mengumpulkan massa besar maksimal 100.000 orang. Tempatnya bisa di lapangan, stadion, alun-alun dan tempat terbuka lainnya. Kegiatan ini dibatasi oleh KPU hanya boleh dilakukan dua kali dalam masa kampanye. Untuk konvoi, KPU mewajibkan Partai Politik dan peserta konvoi untuk mengajukan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Kepolisian serta dilarang melanggar peraturan lalu lintas.

Berbeda dengan kampanye caleg dan capres dari partai, kampanye anggota DPD atau Dewan Perwakilan Daerah cenderung lebih adem ayem. Bagaimana tidak, balon yang akan bertarung memang berasal dari perseorangan. Dalam keputusannya MK melarang anggota partai politik atau fungsionaris partai untuk maju menjadi calon DPD. Itu lah mengapa caleg dari daerah pemilihan DIY bernomor 24D, Bambang Soepijanto mantab maju. Ia tak mau nantinya niat mulia menjadi DPD bagi wong cilik terusik kepentingan golongan. Bambang Soepijanto juga memilih jalan kampanye yang lebih senyap, namun menghanyutkan. Bambang larut dan menghanyutkan diri dalam kehidupan masyarakat dengan melakukan audiensi, diskusi, berkunjung ke daerah dan "kulonuwun" . Pada kesempatan-kesempatan itu, Bambang menjabarkan visi misinya tentang DIY dan menyerap aspirasi masyarakat. Untuk kalangan yang lebih luas, Bambang Soepijanto juga aktif  diberbagai platform sosial media. Bambang memang amat adaptif. Tentu sosial media yang dipakai bukan untuk menyebarkan berita bohong atau kebencian, justru ia mengajak masyarakat untuk kritis melihat kondusi dan bersama-sama menciptakan solusi. Bambang Soepijanto menggunakan sosial media Instagram, Twitter, Facebook dan website agar mudah menjangkau dan dijangkau masyarakat, terutama wong cilik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline