Lihat ke Halaman Asli

Demam Main Raket dari "England"

Diperbarui: 12 November 2018   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto :The Sports Archives Blog

Akhir pekan sebaiknya tetap diisi dengan kegiatan produktif, olahraga misalnya. Selain bermanfaat untuk kesehatan olahraga juga melatih otak, terutama olahraga permainan, Baik berkelompok atau individu. Otak akan didorong untuk berstrategi, sementara otot bekerja. Beberapa olahraga permainan menggunakan raket dan bola sebagai medianya. Badminton atau bulu tangkis, Tenis lapangan, dan Squash. Melompat, berlari, mengayunkan raket sambil terus focus adalah tantangannya.  

Badminton dan Tenis amat familiar bagi orang Indonesia, bahkan badminton sudah menjadi olahraga kebanggaan nasional karena prestasinya. Berbeda dengan Squash yang tidak lazim dimainkan di Indonesia. Meskipun belum populer, di beberapa kota besar seperti Jakarta Squash mulai diminati. Squash juga telah dipertandingkan pada Asian Games 2018 silam.

Menariknya Tenis dan Badminton sama-sama punya benang merah sejarah yang hampir mirip, awalnya dikenalkan oleh orang Inggris. Tenis  dipopulerkan oleh orang-orang Inggris. Laman Britannica.com menulis bahwa Tenis atau Lawn Tennis mulai dimainkan pada masa Victoria dan dinamakan setelah orang-orang memainkan permainan dengan raket kayu, bola dan net di lapangan berumput. Beranjak modern, raket tenis dibedakan dengan badminton, bentuknya lebih lonjong seperti jam pasir (hourglass), sedangkan bola karetnya dilapisi kain flannel. Pada tahun 1875 peraturan tenis distandarisasi.  

Momen penting bagi Tenis agaknya terjadi saat kejuaraan All England Croquete menyisihkan lapangan Wimbledon untuk tenis. Awal dari yang kita kenal kemudian sebagai kejuaraan Wimbledon. Olahraga ini kemudian menyebar ke Negara-negara persemakmuran Inggris, Eropa, Amerika dan kemudian seluruh dunia dengan jutaan klub tenis.

Dari Yogyakarta, Yayuk Basuki pernah mengicipi turnamen legendaris itu hingga perempat final tahun 1997. Atlet asal Yogya ini tidak sendiri, ada pula nama-nama seperti Angelique Wijaya dan Wyne Prakusya yang berlaga ke tingkat internasional. Salah satu pecinta tenis dari Yogyakarta lainnya adalah Bambang Soepijanto. Meski bukan atlet profesional Bambang begitu mencintai tenis. Mantan Direktur Jendral Planologi dan Kehutanan ini mewajibkan dirinya untuk bermain tenis seminggu hingga 5 kali. Bambang bahkan sanggup bermain hingga 8 set. Ia memilih tenis ketimbang golf, olahraga yang identik dengan para pejabat dan kelas atas. Bagi Bambang tenis lebih membumi. 

Selain tenis, Bambang yang juga calon anggota DPD RI dari DIY ini juga berjalan santai di akhir pekan, sekitar 30 menit demi kebugaran tubuhnya. Berolah raga bukan hal yang asing bagi laki-laki kelahiran Situbondo tahun 1956 ini, sejak kecil Bambang Soepijanto telah dibiasakan ayahnya berlatih silat untuk belajar disiplin. Kedisiplinannya itu pula yang kiranya membawa Bambang Soepijanto hingga ke jabatannya sekarang. 

Kariernya memang tidak instant, ia memulai sebagai Petugas Lapangan Penghijauan golongan II di desa Kepek Gunung Kidul yang saat itu minus air, hingga akhirnya menuntaskan jabatannya yang terakhir Staff khusus Menteri PAN RB bidang hubungan kelembagaan. Saat ini Bambang Soepijanto ingin melanjutkan pengabdiannya khususnya pada masyarakat DIY. Menjadi DPD artinya menjadi mediator bagi aspirasi daerah untuk dibawa ke pusat. Dengan motto "Ngayomi, Ngayemi dan Ngayani" kita berharap ada wakil rakyat yang berpihak pada rakyat.

Olahraga raket yang tak kalah terkenal adalah Badminton. Meski amat populer di Indonesia, Badminton awalnya dimainkan oleh tentara Inggris yang bertugas di Poona India pada masa colonial, demikian laman Britannica.com menyebutkan. Para tentara itu terinspirasi oleh permainan Battledore and Shuttlecock yang biasa dimainkan anak-anak di sana. Para tentara itu kemudian menamakan permainan yang baru saja mereka adopsi sebagai permainan Poona

Permainan Poona kemudian dibawa pulang ke Inggris dan dimainkan di kediaman Dukes of Beaufort , Gloucestershire Inggris tahun 1873. Nama Badminton kemudian merujuk pada tempat penyelenggaraannya, House of Badminton milik Dukes of Beaufort. Permainan ini kemudian menyebar ke belahan dunia dan menjadi popular terutama di Asia. Majalah Bobo mengatakan, orang Indonesia menamai Badminton sebagai Bulu Tangkis karena kok atau shuttelcock nya yang berbahan bulu Angsa.

Badminton mulai diakui dengan gelaran berbagai turnamen seperti All England, Uber Cup untuk pebulutangkis perempuan dan Thomas Cup untuk laki-laki. Sejak tahun 1972 Badminton juga telah menjadi cabang olahraga resmi Olimpiade. Lagu Indonesia Raya berkumandang pada Olimpiade musim panas Barcelona 1992 lewat medali emas oleh Susi Susanti dan Alan Budikusuma. Tradisi kemenangan ini diteruskan hingga sekarang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline