Lihat ke Halaman Asli

Matinya Fitrah Seorang Ibu di Tengah Himpitan Ekonomi

Diperbarui: 11 Februari 2024   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Miris! Mengutip dari  bangka.tribunnews.com (23/01/2024), seorang ibu di Kabupaten Belitung tega membunuh bayinya yang baru lahir di dalam ember. Kemudian membuangnya ke semak-semak di lahan milik warga sekitar. Ia melakukannya dengan alasan karena faktor ekonomi.

Bagaimana bisa, sosok ibu yang diharapkan dapat memberi kasih sayang, justru tega menghabisi nyawa anaknya sendiri?

Sayangnya, bukan kali ini saja kejadian serupa terjadi. Nyatanya, kasus seorang ibu yang tega membunuh anaknya sudah berulang kali terjadi. Jelas, bahwa tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuannya.

Namun, alasan terkait faktor ekonomi tersebut hanya menjadi salah satu faktor penyebab saja. Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh. Seperti lemahnya ketahanan iman, yang membuat seorang ibu gelap mata dan melupakan bahwa anak adalah karunia yang Allah SWT titipkan. Kelak, orang tua akan dimintai pertanggungjawaban atas pengasuhan dan pendidikan yang mereka berikan.

Selain itu, tidak berfungsinya peran keluarga yang mendukung perempuan untuk menjalankan fungsi utamanya, yakni menjadi ibu. Di tengah sistem kaptalis-sekuler ini, peran mulia seorang ibu justru dialihkan pada hal duniawi. Ia dipaksa untuk keluar dari rumah untuk ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Sehingga anak justru dianggap sebagai beban.

Di tambah lemahnya kepeduliaan masyarakat terhadap kepayahan seorang ibu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara, yaitu sistem kapitalis-sekuler. Sistem ini lah yang membentuk mereka menjadi kaum individualis. Masyarakat disibukkan urusan masing-masing, hingga tidak ada kepedulian terhadap seorang ibu.

Diperparah lagi dengan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat, individu per individu. Sehingga peran ayah saja sebagai pencari nafkah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Menyebabkan ibu harus ikut membantu memenuhi tanggungan ekonomi keluarga.

Padahal, negara memiliki peran sentral dalam melindungi rakyatnya. Namun, di bawah sistem demokrasi kapitalisme, negara tidak memfungsikan dirinya sebagai pelindung rakyat. Penguasa justru sibuk melanggengkan hubungan mereka dengan oligarki. Semua kebijakan negara dibuat dalam rangka mengadopsi kepentingan pemilik modal.

Hal ini jelas sangat berbeda dari Islam yang memuliakan kaum ibu, sehingga ia merupakan kehormatan yang harus dijaga. Dalam Islam, negara berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk kesulitan ekonomi.

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat, dan santunan negara. Kepedulian sistem Islam ini dapat terwujud karena memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu.
 
Dengan penerapan syariat kafah dalam naungan Khilafah, kaum ibu akan sehat jiwa dan raganya sehingga menyayangi anak-anaknya dan mengasuh serta mendidiknya dengan baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline