Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Darurat Bullying, Butuh Solusi yang Tuntas

Diperbarui: 7 November 2023   17:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, Kemendikbudristek menyatakan bahwa terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan (republika.co.id, 20/10/2023).

Bagaikan fenomena gunung es, beberapa bulan terakhir banyak kasus perundungan di kalangan siswas SMP, SMA, bahkan anak-anak SD. Sebagai upaya menekan kasus perundungan, Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek bekerjasama dengan UNICEF Indonesia melakukan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan. 

Program ini berjalan sejak 2021 dan telah mendorong 34,14 persen satuan pendidikan di Indonesia membentuk tim pencegahan kekerasan.

Targetnya, di tahun 2023, bimtek Roots akan dilaksanakan secara luring dan daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional (republika.co.id, 20/10/2023).

Namun, apakah solusi ini dapat menyelesaikan masifnya kasus bullying? Karena kini, tindak perundungan bukan lagi sekadar lontaran verbal maupun perundungan fisik yang ringan, melainkan sudah mencapai tingkat sadistis (tindak kejahatan/kriminal) yang tidak jarang bisa menghilangkan nyawa korban.

Berdasarkan fakta yang ada, menegaskan bahwa solusi dari pemerintah tidak bisa menyelesaikan kasus bullying. Di samping karena implementasi program yang masih lemah, solusi yang ada pun tidak sampai menyentuh akar persoalan. 

Sebab, tindakan setiap pelaku dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Seperti berkaitan dengan adanya geng sekolah, pengaruh negatif media, hingg kesalahan pola pengasuhan di dalam keluarga. 

Dari kasus perundungan yang kompleks, dapat diketahui bahwa tidak bisa persoalan ini hanya diselesaikan dengan pelopor anti bullying. Dibutuhkan adanya peran dari semua pihak dan solusi yang komprehensif agar generasi bangsa dapat terhindar dari kasus perundungan, baik sebagai pelaku, maupun menjadi korban. 

Akar permasalahan dari kasus perundungan ini berasal dari pemikiran serba bebas atau liberal. Saat seseorang tidak lagi menjadikan hukum Islam sebagai standar hidup, ia akan berbuat sesuka hati tanpa memedulikan benar dan salah. Mereka juga tidak dapat mengendalikan gharizah baqa karena lebih mengedepankan emosi. Sehingga, output pemikirannya justru berupa tindakan perundungan sampai mendapat kepuasan. 

Islam memandang, semua terjadi akibat dari penerapan sekuler-kapitalis pada sistem pendidikan yang tidak mengajarkan anak didik dengan akidah Islam. Jadi, cara yang tepat dalam mengatasi maraknya kasus bullying adalah dengan mengganti sistem sekuler-kapitalis menjadi sistem Islam.

Dalam Islam, orang tua bertanggung-jawab dalam pola pengasuhan anak yang benar menurut syariat Islan. Selain itu, masyarakat juga senantiasa menjadi pengontrol generasi bangsa dengan ber-amar maruf nahi munkar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline