Cuaca yang tidak menentu menjadi alasan para pedagang menaikkan harga cabe dikarenakan pasokan cabe merah menjadi berkurang. Sebagian masyarakat mengeluhkan kenaikan harga cabe ini karena cabe merupakan kebutuhan dasar dari makanan berbeda dengan daging yang masih bisa dialihkan ke yang lain. Konsumen cabe merah dan cabe rawit terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang memang sebagian besar penduduknya menyukai masakan yang pedas makanya kebutuhan cabe menjadi kebutuhan pokok. Para pedagang sendiri tidak ragu menaikan harga cabe karena tetap diburu oleh konsumen terutama pedagang makanan. Mereka tidak memiliki pilihan lain karena cabe tidak ada barang substitusinya untuk bumbu masak. Jadi, istilahnya mau tidak mau konsumen cabe tetap membeli cabe dengan harga mahal sekalipun karena rasa cabe tidak bisa dialihkan ke sambal botolan.
Kenaikan harga cabe mempengaruhi juga penjual makanan yang pemakaian cabe memang jadi kebutuhan utama dari makanannya. Tidak ada lain lain buat para penjual makanan untuk mngurangi rasa pedas dari sambalnya atau bumbu makanannya. Jika harus menaikkan harga dari makanan yang dijual akan sangat beresiko terhadap para pelanggan, pilihan lain hanya mengurangi pemakaian cabe dari sebelumnya. Kenaikkan harga cabe terutama cabe merah memang sangat melejit hingga hampir 150 persen. Bayangkan saja harga cabe rawit merah dari 45 ribu perkilogram menjadi 80-100 ribu perkilogram, bagaimana masyarakat tidak gelisah dengan kenaikan tersebut. Sedangkan rata-rata konsumen terutama pedagang makanan membeli cabe merah 3 kg hingga 5 kilogram per harinya. Tingginya harga cabe dikeluhkan oleh ibu rumah tangga dan para penjual makanan seperti penjual gorengan serta sejenisnya yang terpaksa harus mengurangi penggunaan cabe rawit. Bahkan di beberapa restoran padang saja ada yang merasakan kurang pedas dari makanannya, mungkin karena mulai mengurangi penggunaan cabe akibat kenaikan harga yang tidak masuk akal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H