Lama tidak menulis di kompasiana, begitu masuk ke profilku sembilan tulisanku terdahulu ternyata sudah lenyap entah kemana (ada penjelasan bapak dan ibu admin?), tapi sudahlah bagi saya kompasiana hanya sebatas membaca dan menulis. Walaupun saya ber KTP luar Jakarta tapi saya cukup sering beraktifitas di Ibukota, karena alasan itulah saya menulis artikel ini sebagai respon ide dari Sandiaga Uno untuk moratorium penjualan kendaraan di Jakarta (http://megapolitan.kompas.com/read/2016/06/01/20531661/sandiaga.uno.usul.moratorium.penjualan.kendaraan.di.jakarta?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp).
Kemacetan yang terjadi di Jalanan Jakarta tidak semata-mata karena volume kendaraan yang terus bertambah namun juga karena perilaku berkendaraan di jalan raya. Moratorium penjualan kendaraan menurut saya kurang bijak, dampak negatifnya akan lebih besar dibandingkan dengan tujuan positifnya yang hanya mengatasi kemacetan. Dampak negatif dari ide moratorium ini yang paling terasa adalah akan munculnya jumlah pengangguran baru baik di industri hulunya (perakitan) maupun di industri hilirnya (penjualan).
Tidak hanya Jakarta yang harus mempertimbangkan pengendalian pertumbuhan kendaraan, Bandung, Bekasi, mungkin juga Surabaya yang pasti kota-kota besar di seluruh tanah air harus mengendalikan pertumbuhan kendaraan. Untuk Jakarta dan Bandung yang diperlukan adalah Zero Growth Vehicle kalau perlu dirancanglah suatu kebijakan Negatif Growth Vehicle bagaimana caranya ? Penjualan kendaraan baik mobil ataupun motor tidak perlu dilarang, namun perlu diatur jika satu kelahiran mobil atau motor baru harus diikuti dengan kematian satu mobil atau motor lama untuk menghasilkan zero growth, dan kematian dua atau lebih mobil atau motor untuk mendapatkan negatif growth.
Kepada siapa beban zero atau negatif growth ini dibebankan? Tentu saja kepada pihak pembeli namun tidak berlaku bagi pembeli mobil atau motor bekas. Setiap pengajuan STNK kendaraan baru harus disertai penarikan satu atau lebih STNK lama, hal ini akan memberatkan konsumen bisa ya bisa tidak tergantung profil konsumennya. Efek berantai yang mengikuti ide zero atau negatif growth vehicle ini bisa saja semakin bergairahnya penjualan mobil dan motor bekas, mungkin pula akan lahir bisnis baru seperti bisnis penghancuran kendaraan bekas atau semakin maraknya pemalsuan STNK mobil dan motor lama.
Kepada pembeli kendaraan baru dapat diberikan insentif penurunan biaya pada komponen-komponen pajak sebagai kompensansi dari penarikan STNK kendaraan lama sebagai syarat penerbitan STNK kendaraan baru. Sehingga harga mobil baru dapat lebih terjangkau oleh masyarakat, dengan demikian selisih harga kendaraan baru dengan kendaraan bekas akan semakin kecil, jika sekarang kisaran antara kendaraan baru dan kendaraan bekas dengan interval waktu 5 tahun adalah berkisar 50% mungkin dengan zero atau negatif growth vehicle bisa menjadi 40% sampai 30% dengan rentang waktu yang sama. Kebijakan ini menurut saya akan lebih efektif untuk menurunkan tingkat kemacetan bahkan bisa saja justru akan menurunkan tingkat konsumsi BBM.
Semoga bermanfaat selamat malam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H