Lihat ke Halaman Asli

Fajr Muchtar

TERVERIFIKASI

Tukang Kebon

Under Ma'arif's Umbrella

Diperbarui: 14 November 2022   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dok: Antara)

kita percaya pada satunya islam, tetapi kita dituntut untuk  berbahasa secara beragam -Kuntowijoyo

Saya mesti berjuang menekan banyak hal. Dalam kesempatan bertanya di forum sebesar Muktamar Pemikiran Ahmad Syafi'i Ma'arif (ASM) yang diadakan Maarif Institute saya mesti berjuang menekan banyak hal. Upaya itu berimbas pada suara yang bergemuruh, bergetar dan nafas terasa berat ditarik. Tak bisa disembunyikan. Utamanya adalah upaya menekan rasa takut mengakui sebagai wakil kelompok minoritas Syiah yang terbiasa menyembunyikan identitas. Mengapa disembunyikan, karena dengan mengakui sebagai orang syiah mesti siap dibuli, dicerca hingga kesiapan hilang nyawa. Apalagi yang saya tanyakan berkaitan -sedikit banyak- dengan sikap intoleran sebagian kalangan Muhammadiyah.

Saya mengambil kasus dari foto Prof Mu'ti yang mengupload foto pesantren Muhammadiyah yang berdampingan (bahkan satu plang) dengan gereja Adven. Di beberapa grup WA dan FB, saya berkomentar bahwa ujian toleransi Muhammadiyah dan umat Islam bukan dengan non muslim, tapi dengan saudara seimannya, yaitu Syiah dan Ahmadiyah. Toleransi umat Islam baru khatam kalau sudah bisa menerima dan berdampingan dengan Syiah dan Ahmadiyah. Komentar ini kemudian mendapatkan balasan komentar yang sudah bisa ditebak. Cacian, cercaan dan ancaman. Jadi di Forum sebesar Muktamar Pemikiran ASM, inipun saya masih khawatir, jangan-jangan kehadiran saya juga menyebabkan hal yang sama seperti di tempat lain.

Bersama Rakanda Syafii Maarif di acara satu abad Muallimin (dokpri)

Kekhawatiran saya tidak terjadi. Paling tidak di forum ini dan juga di penginapan. Dengan bertanya di forum ini malahan kemudian saya diterima dengan senang hati tanpa sekat kecurigaan. Di sini saya ngobrol dengan teman sekamar yang Hindu, Budha. Mengambil spirit dari teman katolik dan agama asli Indonesia serta bisa shalat berjamaah dengan Imam Ustadz Muhaimin dari Ahmadiyah Solo. Beberapa peserta kemudian banyak bertanya dan kemudian minta berfoto serta no telepon. Melegakan.

Beberapa pemapar pemikiran ASM kemudian menegaskan akan pentingnya ruang bersama di mana setiap golongan bisa bertemu dan ngobrol. Dengan bertemunya saja sudah baik, apalagi ada obrolan antar iman. Tujuannya bukan untuk menyamakan keyakinan, hanya untuk mengetahui sisi dan posisi teman bicara. Dengan pengetahuan seperti itu maka akan tumbuh pemahaman

Dok. Maarif Institute

Bahkan menurut Yayah Khisbiyah, pengenalan tentang hal-hal "berbeda" ini harus dimulai sejak usia dini. Jangan sampai anak anak didoktrin secara intoleran sehingga muncul larangan bergaul dengan yang tak seagama. Kondisi masyarakat yang homogen membuat anak gagap, tidak bisa mencapai ide cosmopolitan dan mudah terhasut. Padahal bergaul dengan yang berbeda akan membuka lokus_lokus terkait dan kemudian berkembang menjadi kekayaan dan keindahan. Daripada menghancurkan, pergaulan dengan yang berbeda ini akan menguatkan.

Apa yang disebutkan Yayah sudah ditekankan sebelumnya oleh Prof amien Abdullah. Menurutnya, anak muda harus dibiasakan bergaul dan tahu tentang perbedaan-perbedaan. Ini sebagai religius experience dan deep to the difference. Keterbukaan ini diaminkan Kyai Ulil yang menyebutkan bahwa kemajuan dinasti-dinasti Islam dulu adalah karena terbuka dengan hal-hal baru yang datang dari Yunani dan lainnya. Jadi kalau Umat Islam mau maju ya harus terbuka dengan pemikiran baru.

Pendeknya, berada di lingkungan seperti ini, saya merasa terayomi dan sangat menyenangkan. Inilah payung Ma'arif yang luas dan teduh untuk setiap keyakinan dan iman. Saya bayangkan bila semua komponen bangsa berada di bahwa payung Maarif  yang teduh dan luas ini, itu surga kawan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline