Lihat ke Halaman Asli

Fajr Muchtar

TERVERIFIKASI

Tukang Kebon

Kematian Ivan Ilyich, Ali Bin Abi Thalib dan Menemukan Tuhan

Diperbarui: 8 November 2022   05:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ivan Ilych (Sumber : Rakuten Kobo)

Ivan Ilyich merupakan seorang pria paruh baya yang hidup dengan sukses. Dia tidak memiliki kesulitan secara finansial. Keluarganya kaya raya dan ditemani sosok istri yang cantik, anak yang lucu dan karir melesat sebagai birokrat.  Gerbang kematian yang diantarkan sebuah kecelakaan membuatnya banyak merenungkan arti kehidupan yang dia jalani dan juga banyak pertanyaan . Untuk apa hidup ini jika diakhiri dengan kematian, dan setelah kematian ada apa. Apakah selesai sudah?

Kematian Ivan Ilyich adalah sebuah novel yang ditulis oleh Leo Tolstoy dan bisa jadi merupakan kenyataan dan perenungan dari penulisnya. 

Tolstoy yang hidup sangat berkecukupan dan boleh disebut "jauh dari Tuhan". Di akhir hayatnya pertanyaan-pertanyaan tentang hidup, kematian dan hidup setelah mati ini. Pertanyaan yang juga sering mampir dalam benak dan  kemudian dilupakan ditimpa oleh kenyataan hidup yang seringkali "lebih utama" dijawab dan direspon. Hasil perenungan Tolstoy dituangkan dalam berbagai novel dan cerita ceritanya.

Imam Ali dan Kematian (Canva : Dokpri)

Hasil dari perenungannya kemudian membawa pada tiga kesimpulan -saya mengutip ini dari Allahyarham Kiyai Jalaluddin Rakhmat- pertama, walaupun Tolstoy dikenal sebagai seorang atheis dia merumuskan bahwa hidup itu harus berorientas pada kepatuhan pada "Tuhan". Namun, -Kedua- jangan ikuti  perkataan para agamawan tentang Tuhan. Karena mereka akan selalu bertengkar tentang Kehendak Tuhan ini (dan mengklaim kerja Tuhan untuk syahwatnya). Ketiga, Mati yang baik adalah menjalani hidup dengan kebermaknaan positif. Berikan makna dan kebermanfaatan hidup ini untuk sebanyak mungkin orang.

Dalam hal ini banyak kesamaan dengan spirit Islam. Jalannya saja yang beda. Tolstoy sampai ke sini lewat perenungan, lewat tafakur. Sementara orang seperti saya tidak. Entah karena semua sudah ada di ajaran Islam atau kebutuhan hidup menimpa saya lebih cepat sehingga pertanyaan ini cukup dijawab lewat ayat, hadis atau perkataan Imam Agung, Ali bin Abi Thalib.

Tolstoy mungkin sudah bertemu "Tuhan" yang bukan dalam definisi kaum agamawan. Dia lalu membawa kisah seorang tukang sepatu yang memprotes kepada Tuhan karena anaknya mati lebih dulu. Dia kecewa sama Tuhan dan meninggalkan-Nya. Namun, pada masa tuanya ia terpanggil untuk kembali ke jalan lurus dan bercita-cita bertemu Tuhan. Begitulah, usia biasanya membimbing manusia pada kebijaksanaan. Tukang sepatu tua itu bertemu Tuhan dalam mimpi. Di mimpi itu ia diperintahkan Tuhan agar melongok keluar jendela jika ingin bertemu dengan-Nya. Ternyata esoknya yang ditemuinya adalah orang-orang malang yang hidup dalam kesusahan. Karena belas kasih, dengan tulus ia menolong mereka. Barulah ia sadar bahwa sesungguhnya Tuhan memerintahkannya agar berbuat baik kepada sesama jika ingin "bertemu Tuhan".

Dalam Cinta, selalu ada Tuhan. Kata Imam Ali, Kupinta Cinta-Mu kau hadapkan aku pada orang-orang susah.

(saya tulis ini karena sedang memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menyediakan sumur bor di pesantren kami....)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline