Dulu ingin jadi pilot, tapi Bapak memasukan ke Muallimin. setelah dari Muallimin, ingin ke Mesir, tapi Bapak ngirim saya ke Iran. Ingin Bapak lebih perkasa ketimbang inginku.
Dulu kalau mau minta kirim uang cara paling cepat adalah telephone atau telegram. Setelah sampai pesannya, kirimnya pakai wesel yang memakan waktu beberapa hari. Dulu kirim surat perlu waktu berminggu hingga bilangan bulan untuk yang jauh.
Sekarang tak begitu lagi. Hari ini telephon atau kirim WA, beberapa detik kemudian sudah bisa sampai. Hidup sekarang ini ritmenya betul betul cepat. Perubahan bisa sangat cepat terjadi. Saya mengenal komputer mulai dari model pakai floppy disk ukuran besar, terus ke kecil hingga sekarang hampir tak perlu bawa bawa flash disk. semua sudah di awang-awang.
Pekerjaan yang dulu memiliki gaji tinggi dalam waktu singkat bisa jadi sejarah saja. semua harus diantisipasi dengan sigap. Terjebak dalam penjara passion bisa bisa akan terlindas zaman. Jika keukeuh mengandalkan passion hidup akan terasa berat dan kita tak bisa mengantisipasi keadaan karena terkungkung oleh rasa pedih. Lagian, buat kaum jelata yang hidupnya tak tersedia banyak pilihan, apalah arti sebuah passion dibanding mempertahankan hidup?
Memang enak sih bisa melakoni yang disenangi. Tapi berapa persen yang bisa begitu. Saya yakin kebanyakan harus berdamai dengan kondisi riil.
Karena terkungkung kata passion akhirnya kita jalani yang tersedia di hadapan kita seadanya saja. Meratapi ketercerabutan dari passion adalah poison, racun hidup. Pokoknya jangan sampai kesenpatab yg ada di depan mata disia siakan hanya karena alasan "bukan passion".
Jadikan saja yg ada di genggaman itu sebagai passion baru yg bisa jadi batu loncatan masa depan. Sebab belum tentu yg akan datang lebih baik dari apa yg kita punya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H