Lihat ke Halaman Asli

Fajr Muchtar

TERVERIFIKASI

Tukang Kebon

Lodong dan Jibeh, Permainan Favorit Ramadan

Diperbarui: 9 Mei 2019   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

permainan tradisional saat ramadhan (Dok :Salamadian)

Saat kecil, Ramadhan juga hampir sama dengan mengisi liburan dengan hiburan meriah masa itu. Masa-masa itu, tiap Ramadhan sekolah memang selalu libur dalam arti sebenarnya. Tak ada tugas sekolah seperti anak-anak yang mesti mengejar para penceramah dan meminta tanda tangannya di buku, sebagai bukti ikut taraweh atau kuliah subuh. Mungkin karena hiburan saat itu memang tak jauh jauh dari musala dan masjid.

Dulu, ngabuburit ya deket masjid. Jadi pas menjelang maghrib sudah berkumpul di masjid, menunggu azan sambil baca qur'an. Setelah itu pulang, ke rumah untuk makan lalu balik lagi ke masjid untuk taraweh.

Beberapa teman sering juga memainkan lodong di Jarian, satu tempat pembuangan sampah saat itu yang letaknya agak jauh dari masjid. Lodong adalah meriam buatan yang dibuat dari bambu dan diisi minyak tanah atau karbit. Saat pemantiknya dinyalakan, akan terdengar dentaman keras dari mulut lodong itu.

bedil lodong (Dok : Sukabumi update)

Terkadang lodong juga menjadi semacam kompetisi antar RT. Tak ada hadiah atau penghargaan. Hanya rasa bangga saja punya lodong dengan suara paling menggelegar se-RT. Kalau sudah saling sahut begitu, biasanya para orang tua akan marah-marah dan membubarkan kumpulan.

Satu pengalaman yang tak terlupakan berkaitan dengan meriam bambu ini. Satu waktu saya ingin menghidupkan lodong ini. Karena tak pernah hidup akhirnya saya dekati. Saat didekati ternyata meriam bambu ini meledak dan mengeluarkan kobaran api yang menyambar muka. Untung tak terjadi sesuatu yang membahayakan. Hanya bulu mata keriting serta rambut yang terbakar disambar si meriam bamboo.

Setelah mainan lodong ini usai, pusat perkumpulan kembali terjadi di masjid. Biasanya saat tarawih usai, kami tak langsung kembali. Beberapa saat kami pergunakan untuk main-main. Kampung kami, Cisitu Lama adalah kampung yang cukup padat, bahkan pada masa itu. sangat banyak mahasiswa ITB dan UNPAD berdiam di kampung itu. Tahun 80-an, Cisitu masih menyisakan beberapa tempat bermain. Ada kebon awi di dekat rumah kami, ada lapangan bola di Coblong yang sekarang jadi mesjid Al Ihsan Darul Hikam dan ada sawah sawah di kampung kaler tempat saya mencari tutut.

(dok : deweez)

Saat itu di Cisistu hanya ada beberapa masjid. Ada Fatahillah, Al Falah, atau mesjid Ar Rahman. Makanya saat shalat tarawih tiba, mesjid-mesjid itu dipenuhi jemaah dan menjadi  sempit. apalagi saat itu tidak seperti sekarang. dulu hanya ada TVRI dengan siaran terbatas. Pilihan saya kalau tidak di Al Falah ya di Fatahillah. Keduanya tak jauh letaknya dari rumah. Buat anak kecil seperti saya saat itu lebih menarik bermain bersama teman setelah melaksanakan tarawih.

Ada satu permainan tradisional yang sering dimainkan bersama teman. Namanya Jibeh. Dasar permainannya seperti kucing-kucingan. Satu orang harus mencari sekian banyak yang bersembunyi. Yang jadi ucing (kucing) bertugas mencari teman-temannya yang bersembunyi. Jika dia bisa menemukan satu orang, maka otomatis yang lain pun kena. Kena hiji (satu) kena kaberh (dapat semua) jadilah JIBEH.

pada permainan kedua, dua orang pertama harus jadi ucing dan mencari temannya. dapat hiji dapat semua, JIBEH. selanjutnya yang ketiga harus jadi ucing dan mencari satu agar kena semua. Jibeh. bayangkan jika anda adalah orang terakhir yang mesti dicari para ucing ini. seru banget.

(dok :idntimes)

Pernah satu kali saya menjadi target pencarian terakhir. Belasan anak-anak ucing harus mencari saya yang bersembunyi di rumah. Tentu saja mereka tak pernah menemukan hingga akhirnya, Tatang, salah satu sahabat saya menemukan saya di rumah. mereka marah sekali karena saya bersembunyi di rumah. saya merasa bersalah membiarkan mereka mencari tanpa ketemu. Saya harus meminta maaf agar malam besoknya bisa main jibeh lagi.

Itulah sekelumit permainan tradisional yang sulit lagi ditemukan saat-saat ini. Ketika teknologi mencengkram hidup kita, mengingat tradisi-tradisi lama seperti mengisi kekosongan-kekosongan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline