Coba perhatikan lukisan dalam foto ini... cantik dan indah kan. Coba tebak dari apa lukisan itu terbuat. Kalau anda menebak dari bunga kering, daun dan ranting anda termasuk jeli. Ya. Bahan lukisan dan kerajinan tangan ini berasal dari dedaunan atau bunga yang dikeringkan.
Adalah Ani Ratna Sudira yang selasa pagi (29/11/12) memberikan pelatihan kepada ibu-ibu PKK di daerah Parongpong Cimahi. Saat diperlihatkan rangkaian indah berbagai lukisan, bros bunga dan kerajinan lainnya, mata saya terbelalak. Kok terpikir ya buat yang seperti itu. Selain lukisan yang indah, kerajinan ini juga bisa dibuat berbagai jenis souvenir seperti bingkisan pernikahan, vas bunga kering, tempelan kulkas dan kalung.
Salah satu yang mendorong Ani untuk mengembangkan kerajinan ini adalah berlimpahnya bahan-bahan di sekitar kita. Bisa ranting pohon, daun, bunga kering bahkan bahan yang digunakan saat pelatihan adalah kulit jagung kering. Tak perlu beli bahan yang mahal-mahal ujarnya. Lebih dari itu, limbah-limbah kebun yang biasanya dibuang bisa bernilai ekonomis lebih saat diproses dan dimanfaatkan.
Dasar manusia sebagai makhluk ekonomis, saya langsung tertarik. Soalnya sepekan lalu saya panen jagung, tak terpikir harganya akan mahal kalau diolah sedikit lagi. Coba hitung saja, kalau kulit jagung diberikan langsung sebagai pakan sapi tak akan seberapa dibanding dengan mengolahnya dan menjadikannya bahan kerajinan oshibana. Ani menyebutkan bahwa harga 50 lembar kulit jagung yang siap pakai adalah 25 ribu rupiah. Wah saya sudah siag mengumpulkan kulit jagung di kebun.
Hmm, kalau saya panen 3000 batang jagung, lalu bisa dapat 2000 kulit jagung yang diproses untuk kerajinan bunga kering ini, maka saya akan dapat hitungan kira-kira begini : 2000 kulit jagung : 50 maka saya dapat 40 kemasan. Satu kemasan isi 50 lembar itu harganya 25000, maka saya dapat sejuta rupiah dari limbah kebun saya. Padahal satu tongkol jagung itu isinya bisa 6-8 lembar kulit. Menarik ya.
Menurut Ani, permintaan pasarpun sangat lapang. Biasanya komunitas-komunitas pengrajin bunga kering, mendatangkan bahan itu dari Yogya. Aduh, saya langsung tepuk jidat saya. Mengapa bahan itu saja mesti mendatangkan dari Yogya padahal di kebun saya saja berlimpah.
Karya tangan berbahan kulit jagung hanyalah salah satu dari sekian bahan yang dipakai. Yang membatasi bahanya hanyalah imaginasi dan keinginan saja. Ani lalu menunjukan bahan-bahan yang dibuang seperti biji palm putri, pacing kering, calatea, biji angsana, biji puspa dan beberapa bahan yang kesemuanya mudah didapat. “Asal mau ngumpulin” Pungkas Ani.
Ani yang mempunya brand Kembang Kamonesan, banyak memberikan pelatihan-pelatihan kepada para ibu. Ada tiga kelompok yang disasar Ani dalam pelatihan, pertama grup PRIVATE yang menyasar kelompok hobies dengan peserta maksimal 5 orang. Kedua kelas REGULER dengan menyasar para hobies dan yang berminat untuk usaha. Kedua pelatihan ini berbayar sesuai dengan grup yang diminati.
Selain dua kelas berbayar, Ani juga memiliki kelas PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Kelas tidak berbayar ini tentu saja dibuat untuk memfasilitasi kalangat eknonomi lemah. Biasanya kelas ini memiliki ikatan perjanjian untuk menjadi mitra bisnis Kembang Kamonesan.
Tidak hanya memberikan pelatihan yang kebanyakan gratis, Ani berharap setelah pelatihan itu, para ibu mau mengembangkan dan menjadikannya sebagai mata pencaharian sampingan. Toh pekerjaan ini bisa dilakukan sambil ngobrol, nonton TV atau saat santai.
Jika ada peserta pelatihannya yang serius menekuni bidang ini, tak jarang Ani memasok semua bahan bakunya. Dengan demikian tak berat buat yang ingin menjalankan bisnis ini. Memang nanti ada hitungan-hitungan bisnisnya buat yang semua bahannya dipasok. Hal itu berbeda dengan yang menyediakan bahan sendiri. Kalau saya malah kepikiran untuk mengolah limbah kebun saya ya...