Lihat ke Halaman Asli

Fajr Muchtar

TERVERIFIKASI

Tukang Kebon

Jualan "Titit" Aja Bisa Untung Selangit, apalagi...

Diperbarui: 1 Maret 2016   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="memisahkan telur untuk dijual di pasar (Dokpri)"][/caption]“Titit ieu tiasa diical, Kang,” (Titit ini bisa dijual, Kang) kata Pak Asep. Saya terkesiap kaget mendengarnya. Soalnya yang saya tahu titit itu sebutan untuk kelamin anak kecil laki-laki. “Naon, Pak? Titit? Eta kabogaan budak leutik?” (Apa Pak? Titit? Itu sebutan penisnya anak kecil?” Saya mencoba meyakinkan pendengaran. Soalnya antara itik, pitik, dan titit agak samar terdengar. Pak Asep menjelaskan, “Iya. Titit itu adalah sebutan untuk anak entog, seperti kirik buat anak anjing.”

Itu penggalan obrolan saya dengan Pak Asep, tukang angon itik di Kampung Blekok, Rancabayawak, Gede Bage Bandung. Aduh, ternyata penguasaan bahasa Sunda saya tak begitu baik ya. Kalau kirik sih saya sering dengar, tapi untuk kata yang satu itu, baru kali ini saya dengar.

Tak sengaja saya masuk ke satu rumah di dekat mesjid yang sedang dibangun oleh Pak RW, sekaligus pemilik usaha penetasan itik itu. Saat itu saya lihat ada beberapa ekor burung blekok (bangau) keluar-masuk rumah tersebut.  Burung blekok itu adalah anak-anak burung yang terjatuh karena hujan deras. Mereka yang terjatuh dipelihara di rumah penetasan itik milik Pak Mimin. Di situlah obrolan ini terjadi.

[caption caption="Mesin penetas telur bebek yang sedang bekerja"]

[/caption]Di rumah samping mesjid itulah terdapat 12 mesin penetas telur itik yang sedang dipakai untuk mengerami telur-telur bebek. Sebagian besar adalah penetas yang menggunakan lampu cempor dan 4 mesin menggunakan lampu listrik. Jika sedang digunakan, mesin itu akan bekerja sebulan penuh. Kalau mesin penetas itu penuh, telur-telur bebek yang dikumpulkan akan dijual ke pasar.

Menurut Pak Asep, satu mesin penetas telur berkapasitas 1.000 butir telur. Nanti kalau sudah menetas, anak-anak bebek alias titit itu dijual kepada peternak lainnya. Harga per satu ekor titit yang cukup besar adalah Rp9.000,00.  Wah, kalau satu mesin penetas itu berhasil menetaskan 1.000 ekor, Pak Mimin bisa mendapat uang Rp9 juta. Jika dikalikan 12 mesin, Pak Mimin akan mengumpulkan uang Rp108 juta. Saat ditanya berapa persen keuntungannya? Pak Asep hanya bilang, “Yah cukuplah untuk membuat mesjid di samping rumah.”

[caption caption="msin penetas telur listrik"]

[/caption]Menurut Pak Asep, usaha "kecil" itu bermula dari 25 ekor bebek saja. Sekarang Pak Asep harus ngangon 500 ekor. Bebek itu diangon dengan dua teman lainnya. Tiap hari bebek-bebek itu diangon di sawah yang masih ada di sekitar kandang. Selain diangon, bebek-bebek itu diberi makan aron dan sayuran mentah. Cukup murah untuk hewan-hewan yang bisa mendatangkan uang besar bagi pemiliknya. Eh. Kok jadi kepikiran juga ternak bebek ya. Ah sudahlah. Tanam serai wangi dan jahe saja dulu. 

Karena kemarin di Kompasiana gagal muat, maka artikel ini telah dimuat di blog pribadi di fxmuchtar.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline