[caption caption="Mengkaji tashawuf sebagai khazanah islam yang kaya (Dok Republika)"][/caption]Sejak Babussalam berdiri isu Syiah sudah mampir ke haribaan pesantren ini. Cuma saja kali ini intensitasnya memang lebih deras. Keberadaan sosial media membuat isyu ini berputar-putar seperti roda gila dan tak ada yang bisa menghentikannya kecuali kiamat telah datang.
Saya masih ingat, saat peringatan hari besar Islam yang diadakan di Babussalam, ada yang menjual lukisan Imam Khomeini qs. yang dijual di stand dagang. Tahun 80-an Imam Khomeini adalah ikon perjuangan kaum musthad’afin melawan mustakbirin. Para pemuda Islam pasti mengidolakannya.
Tak lama kemudian munculah isue bahwa Babussalam mendapat suntikan dana revolusi dari Iran. Tentu saja dana itu tak ada, boro-boro dapat dana revolusi, lha wong untuk setiap acara yang dibuat, Babussalam mesti mencarinya dengan pontang panting. Perlu saya tekankan bahwa hingga detik ini, Babussalam tak pernah mendapat kucuran dana dari Iran.
Masih pengalaman di Babussalam. Dulu kalau para santri shalat di mesjid pasti akan langsung melihat ke kamar yang terpasang gambar Imam Khomeini. Satu hari ada beberapa orang yang datang dan melihat gambar itu. Setelah bertanya ke beberapa santri, orang itu tak jadi shalat. Pasalnya apa? Babussalam sudah Syiah.
[caption caption="Beberapa buku karya KH. Muchtar Adam, diantaranya adalah buku Dinamika Perbandingan Madzhab"]
[/caption]Hanya dengan melihat foto orang kemudian mengambil kesimpulan. Padahal di kamar itu juga ada lambang Garuda Pancasila dan Muhammadiyah. Entahlah, kalau di kamar itu terpasang gambar mobil balap, mungkin Babussalam juga disebut sirkuit balap.
Kini, Babussalam juga disebut sebagai salat satu sekolah Syiah. Broadcast dari WA, BBM dan internet dikirim dan disebarkan dengan sangat massif sementara yang mau tabayyun hanyalah sedikit.
Sampai saat ini saya masih bingung mengapa Pesantren Babussalam dikategorikan sebagai salah satu sekolah syiah, padahal kalau kedutaan Iran membawa tamu ke Pesantren, mereka akan mengenalkan Babussalam sebagai Pesantren Ahlu Sunnah. Di sini kadang saya merasa lucu.
Nah kalau berdasarkan BC aneh itu, Babussalam disebut Syiah karena mengajarkan fiqih perbandingan lintas madzab dan memasukan Madzhab Ja’fari ke dalamnya. Ini tentu pandangan aneh. Tidak tahukah mereka bahwa UIN dan Al Azhar juga mengajarkan fiqih dan ilmu kalam lintas madzhab? Bukan hanya lima madzhab, tapi delapan madzhab. Sepertinya mereka memang kurang piknik.
[caption caption="ada yang gembira dengan permusuhan Sunni dan Syiah"]
[/caption]Jika dengan mengajarkan fiqih lima madzhab itu disebut Syiah, maka semua UIN di Indonesia pun harus disebut syiah. Jika mengajarkan fiqih perbandingan adalah Syiah maka Al Azhar Kairo juga pastilah Syiah. Dengan demikian kaum muslimin harus mewaspadai seluruh UIN dan Al Azhar Kairo.
Saya menyarankan agar orang-orang imbesil yang menyebarkan BC tak jelas itu juga memasukkan semua UIN di Indonesia dan Al Azhar Kairo serta institusi yang mengajarkan fiqih perbandingan. Kalau perlu buat petisi agar para orang tua yang mengirimkan anaknya ke UIN atau Kairo segera menarik anak-anaknya.
Fiqih perbandingan diajarkan di Babussalam dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sering kali kesalahpahaman disebabkan ketidaktahuan. Dulu orang memperdebatkan masalah bilangan taraweh, qunut atau tahlilan karena tak mengetahui posisi dan dalil masing-masing madzhab.