Lihat ke Halaman Asli

Fajr Muchtar

TERVERIFIKASI

Tukang Kebon

Google, Sunan Kalijaga dan Ruang Spiritual

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sunan Kalijaga (http://www.deviantart.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="nangkring di google (foto : Rahab Ganendra)"][/caption] Berkunjung ke kantor yang keren seperti kantor Google Indonesia adalah pengalaman menarik namun bertemu dengan teman-teman Kompasiana yang kata Mas Ganendra cenderung koplak adalah sesuatu (syahrini.mode.on). Pengalaman saya di kantor Google tak jauh beda dengan para sahabat di Kompasianer seperti Mas Choiron yang datang paling awal, Kang Tubagus Encep yang tak sempat saya sapa dan lainnya.

Yang ingin saya tulis dan jadikan catatan adalah komentar seorang Kompasianer Dzulfikar (dia adalah keponakan saya dan lebih dulu malang melintang di K) tentang lokasi mushalla yang menurutnya kurang representative. Semenjak dari Bandung memang  ada beberapa pertanyaan yang muncul dari benak saya tentang tempat ini. Ada ndak ya mushalla di Google Indonesia? Seperti apa bentuknya? Apakah seunik ruangan yang saya lihat di internet?

[caption id="" align="alignleft" width="194" caption="Mushalla Google"][/caption] Ternyata ruangan mushallanya biasa saja. Mushalla Google Indonesia terletak di ruang dengan nama Mbah Google. Ruang itu merupakan kantin bagi karyawan Google Indonesia sekaligus ruang rehat. Mushalla berukuran ± 2.5 x 2.5 itu memang kecil dan tidak begitu dibuat unik dan menarik perhatian bila dibanding dengan ruangan lainnya. Di dalamnya tersedia beberapa sajadah dan mukena untuk digunakan sembahyang. Tak ada pernak pernik unik menyertainya. Untuknya tak dibuatkan nama menggoda seperti ruang Gelora Asmara, Potong Bebek Angsa, atau Sunan Kalijaga.

Di sini, ada dua pilihan untuk melihat posisi mushalla itu. Pertama melihatnya secara parsial. Artinya mushalla dan ruangan lainnya adalah ruangan yang terpisah oleh sekat-sekat. Kedua, Melihatnya sebagai sebuah kesatuan dari keseluruhan bangunan yang tak terpisahkan. Saya pilih yang kedua. Mengapa?

Ketika menuju kantor Google, saya ditemani oleh Sunan Kalijaga. Maksudnya buku Sunan Kalijaga. Sebuah buku yang membahas ajaran-ajaran Sunan Kalijaga yang ditulis oleh Achmad Chodjim. Walau tak sampai habis dibaca dari Bandung ke Jakarta dan Jakarta ke Bandung, Saya merasa bahwa Sunan Kalijaga bersama saya. Jadi saya ditemani bukunya sekaligus sang Sunan.

Sunan Kalijaga melihat bahwa ruang spiritual adalah bangunan keseluruhan dari pola hidup manusia. Bukan sekedar ketika dia salat di mushalla. Shalat yang dilakukan di tempat shalat itu hanyalah tata krama dalam kehidupan beragama. Cuma hiasan. Tujuan hakiki shalat adalah untuk mencegah perbuatan fakhsya dan munkar (Qs. 29 : 45).

Saya kutipkan dari Sunan Kalijaga-nya Acmad Chodjim hal 152, yang dimaksud fakhsya (perbuatan keji) adalah perbuatan hina dan menjijikan seperti perbuatan hati yang iri, dengki, dendam dan sebagainya. Sedang perbuatan mungkar adalah perbuatanya yang nyata-nyata ditolak oleh masyarakat seperti kezaliman, perjudian, mabuk-mabukan, pelacuran, korupsi, percanduan dan sejenisnya. Jadi kalau orang betul-betul menegakan shalat niscara tidak akan ada lagi KKN, meskipun penggede, pejabat negara itu tak pernah ke mesjid tapi kalau mereka menegakan shalat (menghindari fakhsya dan mungkar) niscaya kita akan mendapatkan pemerintahan yang bersih, good governance. Tentu saja akan lebih baik jika penggede rajin ke mesjid dan menegakan shalat. [caption id="" align="alignleft" width="158" caption="Sunan Kalijaga (http://www.deviantart.com)"][/caption] Dengan mengambil dari Al Qur'an Sunan Kalijaga menyebut dua jenis shalat. Shalat yang lima kali (minimal) dan shalat daim. Shalat daim inilah shalat yang sesungguhnya. Karena semua tingkah laku manusia pelaksana shalat adalah merupakan wujud dari penegakan shalat. Dalam bait Suluk Wujil Sunan Kalijaga menyebutkan, "Kebaktian yang unggul itu tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya adalah sembahyangnya. Diam, bicara dan semua gerak-gerik badannya merupakan sembahyang. Hingga wudu, tinja dan kencingnya merupakan sembahyang. Itulah yang disebut niat sejati. Pujian yang tak putus-putusnya". Jadi mushala terbesar adalah pola hidup kita yang mencerminkan penolakan terhadap fakhsya dan munkar. Dan itulah pengagungan terhadap Tuhan Sejati.

Kembali ke leptop. Dengan demikian, ruang spiritual dalam masyarakat bisa dilihat dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Jika ketidakadilan, kemiskinan, korupsi, KKN dan sebagainya masih meraja lela, maka artinya shalat dan mushalla masih dianggap sebagai ritual semata.

Bagaimana dengan Google Indonesia? Jika di sana sudah diterapkan nilai-nilai kecintaan yang universal, seperti penegakan keadilan, menolak fakhsya dan kemungkaran sebagai mana disebut di atas, maka boleh disebut bahwa Kantor Google adalah mushalla secara keseluruhan walaupun tempat shalat secara ritualnya hanyalah ruangan kecil di sudut Mbah Google.

Catatan : Kalau nanti mushalla kantor google mau dipindahkan ke tempat yang lebih representativ dan diberi nama, saya usul namanya Mushalla Sunan Kalijaga atau mushalla Fxmuchtar saja. Unik kan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline