[caption id="attachment_329113" align="aligncenter" width="621" caption="KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO : Petugas Taman Hutan Raya Ir H Djuanda, Bandung, membersihkan lokasi lipatan lava yang dinamai Batu Selendang Dayang Sumbi, Selasa (5/4). Lipatan lava akibat letusan Gunung Tangkubanparahu ini menjadi batuan lipatan lava pertama di Indonesia"][/caption] Mendung masih mendominasi langit. Gerimis sempat membuat khawatir kalau perjalanan ini akan ada acara berbasah ria. Namun rupanya gerimis hanya mampir untuk membuat basah tanah dan daun yang masih basah oleh hujan kemarin sore. Pagi itu Ahad 16 Maret 2014, sudah berkumpul para geotreker yang ingin membuktikan kabar bahwa di aliran sungai Ci Kapundung terdapat satu harta karun yang sangat langka. sebuah lava dengan corak meliuk-liuk seperti sebuah selendang yang menjurai-jurai. Karena bentuknya seperti selendang maka ada yang menyebutnya sebagai lava karembong (selendang) Dayang sumbi. [caption id="" align="aligncenter" width="259" caption="lava pahoehoe pakar"] [/caption] Jenis lava seperti itu biasanya disebut lava pahoehoe. Pahoehoe yang dalam bahasa lokal Hawai terkenal (Kirain dari bahasa Sunda) berarti mudah berjalan, adalah lava basaltik yang sangat encer dengan pola aliran menali (ropy), memiliki permukaan halus, menggelembung dan bergelombang. Pola seperti ini banyak terdapat di Hawaii, makanya ketika jenis lava ini juga ditemukan di Bandung utara, para ahli kebumian gempar (kayak dunia persilatan saja). Dan pagi itu, para pendekar bumi dari berbagi disiplin ilmu ingin melihat dan menganalisa mengapa jenis lava seperti itu bisa terdapat di lingkungan Ci Kapundung. Adakah dulu Bandung itu merupakan bagian dari Hawaii? Ah itu terlalu mengada-ada kata Pak Budi Brahmantyo. Lava itu ditemukan oleh para pemancing setelah daerah datarnya tersapu banjir yang membersihkan tanah yang menutupinya. Awalnya para pemancing itu menganggap bahwa lekukan-lekukan halus di atas batu itu adalah peninggalan nenek moyang. Bandung utara, khusunya daerah aliran sungai Ci Kapundung memang kaya dengan peninggalan-peninggalan purba. Namun ketika diteliti, pahatan itu bukan merupakan hasil karya manusia melainkan lukisan alam. Itupun tetap mengundang keheranan, mengapa jenis lava seperti itu bisa muncul di daerah pinggiran sungai itu. Untuk mencapai lokasi lava karembong dayang sumbi itu, kita harus berjalan ± 1 jam. Namun jika berjalan bersama para Ahli Bumi, perjalanan bisa lebih lama. Karena di tangan mereka, bebatuan yang membisu, bentang bumi dan alirang sungai bisa “berbicara” sangat banyak mengenai perjalanan awal kejadian bumi. Walau banyak istilah yang tidak saya mengerti, perjalanan seperti itu amat saya nikmati sambil mikir, ‘Ternyata, bumi yang saya pijak memiliki lembaran-lembaran cerita menarik’. Karena sudah tersedia jalur untuk pejalan kaki maka perjalanan menuju lokasi sangatlah mudah. Perlu juga hati-hati karena jalanan sempit itu juga suka dipakai ojeg. Bagi yang kecapaian di jalan ojeg ini bisa dipergunakan. Atau mau naik kuda? Ada juga. Sambil menikmati kesejukan udaranya, kita bisa melihat pemandangan sekitar. Sebetulnya ada beberapa spot yang bisa menjadi tempat istirahat sejenak. Kita bisa berhenti di atas Curug Koleang yang disebut sebagai tanki raksasa penyimpanan air. Bisa juga mampir ke kandang rusa. Karena lokasi tempat lava selendang ini belum begitu dikenal dan belum dipasang tanda, maka sebelum sampai ke jembatan Maribaya, kita harus bertanya ke warung-warung di pinggir jalan. Lokasi lava selendang ini berdekatan dengan Curug Lalai. Nah Tanyakan saja Curug Lalai, dan Batu karembong Dayang Sumbi berada tak jauh dari curug itu. Lava ini terletak di pinggiran sungai cikapundung, maka bagi yang ingin menyaksikan salah satu misteri alam di Tahura ini harus menuruni tangga yang cukup terjal. Karena lokasinya yang agak tersembunyi, sebaiknya juga diiringi pemandu. Dan INGAT, tetap jaga kebersihan dan kelestariannya ya. Setelah menuruni tangga terjal dan sampai di pinggiran sungai Ci Kapundung, maka terbentanglah keindahan lava selendang Dayang Sumbi itu. Para ahli bumi yang sudah duluan berada di lokasi nampak sibuk berdiskusi. Satu per satu dari mereka kemudian menjelaskan fenomena lava tersebut. Sekali lagi, walau saya tak begitu mengerti, perjalanan itu adalah suatu pengalaman yang sangat berharga. Sekarang tinggal menunggu hasil penelitian para pendekar bumi untuk menjawab fenomena pahoehoe yang bisa muncul di daerah itu. Apakah itu merupakan hasil dari lelehan dari atas, atau tekanan dari bawahnya. Semoga rahasia alam ini terkuak. mengelilingi Selendang Jelajah untuk mengenal alam Ci Kapundung yang penuh cerita Membuat sketsa Lava Selendang Dayang Sumbi Tahura Djuanda Lava pahoehoe di Hawaii (sumber : http://www.kitsch.net/lavawalker)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H