Lihat ke Halaman Asli

Goenawan

Wiraswasta

PKS dan Fahri Hamzah yang Bodoh

Diperbarui: 15 Maret 2018   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya merasa tidak akan dilaporkan ke aparat karena kata bodoh. Karena ini opini, bukan hoax. Kalau ada yang merasa terganggu dengan kosa kata bodoh, ya tanggapi dulu saja opini saya, mengapa saya sampai bilang bodoh. Tetapi saya yakin dalam hal ini PKS dan Fahri Hamzah (FH) tidak seemosional partai Napi yang gampang banget pakai aparat. Sebagai figur publik atau institusi publik tentu tidak bagus jika mengedepankan cara - cara represif. Sakit hati mereka dibilang bodoh tentu tidak seberapa dibanding jika negara ini dikelola dengan ngawur dan menciptakan kemiskinan baru.

Saat ini konflik PKS dan FH makin memanas dan mulai lagi saling lapor ke polisi. Dua subyek egois yang tidak bisa mengelola konflik dengan bijaksana. Mereka tidak berpikir bahwa konflik yang saat itu terlihat lucu, dalam sekejap bisa membunuh keduanya secara kejam. Mengapa?

1. Rentan disusupi penumpang gelap.

Belajar dari konflik internal Golkar dan PPP yang selanjutnya justru dikendalikan oleh orang diluar struktur partai tersebut. Tidak perlu saya sebutkan namanya, saya harap anda teliti bagaimana konflik tersebut berakhir. Dalam sengketa PKS vs FH bisa jadi pihak yang merasa terdesak mengambil langkah pragmatis dengan berteriak "dua periode". maka otomatis semua mekanisme bergerak menuju sumber bunyi "dua periode". Garansi menang di depan mata ga peduli apa kata pengadilan.

2. Di tinggalkan konstituen.

Pada Pileg 2014, PKB sebagai basis NU mendapatkan suara 2x lipat dibanding periode sebelumnya, PAN walaupun tidak se drastis PKB juga naik cukup tajam. Hal ini disebabkan karena kasus import sapi yang menyeret ketua umum PKS. Sebetulnya di 2019 PKS berpeluang membalikkan keadaan mengambil suara yang hijrah ke PKB dan PAN. Sayangnya konflik PKS vs FH sepertinya akan menjadi obstacle secara psikologis bagi swing voter berbasis Islam. Mereka mungkin terlalu asyik dengan dunia medsos atau memang tidak pernah paham psikologis konstituen potensial mereka di pedesaan jawa yang jumlahnya signifikan untuk menentukan kemenangan pemilu.

Sangat disayangkan ego mereka terlalu tinggi untuk take and gave. Dengan identitas partai yang jelas saja mereka tidak bisa mengelola konflik dengan cerdas. Bagaimana mereka akan mengelola orang yang lebih beragam?

Sekarang kita tinggal menunggu, pihak mana yang lebih dulu meneriakkan "dua periode".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline