Lihat ke Halaman Asli

Goenawan

Wiraswasta

Monorel Macet, Dimana DKI1?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13898308412086371485

Saat ini ada dua mega proyek transportasi yang sedang di kerjakan DKI, MRT dan Monorail. Saat Jokowi Ahok terpilih masyarakat tercengang. Proyek yang sudah dirancang 27 tahun itu akhirnya direalisasikan. Tak heran sanjungan membahana di berbagai media social dan berita online. Saat itu penulis langsung mencari data dan membuat perhitungan simulasinya, hanya sekedar mencari tahu keanehan. Bagaimana mungkin proyek yang sudah lama tidur, tiba - tiba di tahun pertama jabatan gubernur yang baru bisa dimulai. Tetapi sudahlah kita lupakan hitung2an versi saya. Pasti nanti pendukung Jokowi, yang tidak paham perhitungan ngomong macam2 dan esensi opini jadi malah kabur. Kita bahas data yang ada di media saja. Supaya mudah di cek kebenaran datanya. Monorail [caption id="attachment_306292" align="aligncenter" width="467" caption="dicrop dari detikfinance 9 Januari 2014"][/caption] Proyek Monorail ini sudah ada pemenangnya tendernya dan sudah pada tahap konstruksi. Tetapi berhenti karena masih menunggu design dari kontraktor asal China. Ini jelas kesemberonoan yang sangat fatal karena:

  1. Proyek yang berhenti ditengah jalan pasti menimbulkan biaya tak terduga yang tidak kecil.
  2. Bagaimana dengan studi kelayakkan implementasinya, jika desainnya saja belum selesai?
  3. Bagaimana dengan perhitungan nilai proyeknya? Bagaimana dulu pemda DKI mengestimasi nilai proyek jika BoQ (Bill of Quantity) proyek belum pasti.

Itu tiga pertanyaan besar, tentu masih ada banyak pertanyaan lainnya, menyangkut, lama pekerjaan, keselamatan kerja, dll yang disebabkan berhentinya proyek. Yang menjadi pertanyaan besar saya. Ini menyangkut proyek besar. Mengapa media tidak pernah tanya ke Jokowi Ahok secara detil? Wartawan lebih senang memotret Jokowi saat angkat batu atau memuat caci maki Ahok di media. MRT Proyek ini saya pernah saya simulasi. Menurut perhitungan OPTIMIS, harga tiket MRT ini sebesar Rp.55ribu. Harga yang cukup mahal, tetapi mari kita lihat versi media saja. [caption id="attachment_306294" align="aligncenter" width="473" caption="dicrop dari detik.com"]

13898320831802476540

[/caption] Sedangkan jika tanpa subsidi, harga tiket dbb: [caption id="attachment_306295" align="aligncenter" width="690" caption="dicrop dari kontan.com"]

13898322711475583098

[/caption] Perhitungan yang terlalu optimis kenapa?
  1. Jika dibanding busway yang harga tiketnya Rp. 3.500,- Siapa mau naik MRT yang harga tiketnya hampir 5x lipat?
  2. Saat ini jumlah penunpang Busway total rata - rata 330 ribu s/d 350 ribu orang/hari. Bagaimana mungkin membuat estimasi MRT dengan panjang jalur yang sangat pendek dan tentu saja coverage yang sempit bisa mendapat penumpang 120.000 orang/hari?

Dengan dua variable ini, sangat mungkin BEP akan lebih panjang. Jika demand aktual ternyata lebih rendah. maka resikonya operator (pemilik MRT pemda DKI) akan nomboki biaya operasional dan cicilan utang yang memberatkan. Jika melihat dua hal diatas, betapa besar potensi gagalnya proyek ini. Jika gagal bukankah akan membebani APBD DKI? Oleh sebab itu saya mohon, Pak Gubernur mulailah bekerja dengan benar, jangan tiap hari selalu dapat sorot kamera wartawan. Proyek ini juga dibiayai APBN [caption id="attachment_306296" align="aligncenter" width="464" caption="di crop dari bisnis.com"]

13898331261433524415

[/caption] Kesepakatan awal tahun 2005, komposisinya 42% APBN dan 58% APBD. Tetapi Jokowi ngotot minta dibalik komposisinya. Akhirnya disepakati sharing baru 51% APBD, 49% APBN. [caption id="attachment_306297" align="aligncenter" width="525" caption="di crop dari kontan.com"]

13898335081850469058

[/caption] Jokowi ini memang luar biasa, di media dia selalu bilang tidak ada dukungan pemerintah pusat. Kenyataannya APBN yang sebenarnya milik seluruh rakyat Indonesia di gelontorkan untuk membiayai proyek DKI. Disatu sisi selalu bilang DKI kaya, tetapi disisi lain, menisbikan subsidi seperti ini. Apa perlu 100% dibiayai APBN, sementara operatornya (yang mendapat untung) Pemda DKI? MRT ini sedianya akan mulai beroperasi Mei 2018. Sebetulnya masih banyak yang ingin saya kritisi soal dua mega proyek Monoral dan MRT ini. Tetapi untuk saat cukup, supaya tidak terlalu lebar pembahasannya. Yang menjadi pertanyaan penulis. Jika Jokowi selalu ada dilapangan, kapan dia di kantor mempelajari proyek - proyek seperti ini? Jika molor, macet atau biaya membengkak siapa yang dirugikan? Alasan klise selalu diungkapkan, pemimpin harus dekat rakyat, harus inspeksi langsung. Pertanyaannya, satu orang keliling Jakarta inspeksi sendiri? Saya sangat menyangsikan kemampuan manjerial Pak Gubernur. Pemimpin sejati adalah orang yang bisa menginspirasi, bukan semua dikerjakan sendiri. Jika pemimpin tidak percaya bawahan, bagaimana mungkin bawahan respek pada pemimpinnya? APBD DKI saat ini sudah mencapai 50 Trilyun Rupiah. Makin besar angkanya, makin besar resikonya. Apakah Jokowi berani bertahan di DKI selama 5 tahun? Dengan potensi bom waktunya yang siap meledak kapan saja? Atau benar pertanyaan saya sebelumnya, Pak Jokowi ke Jakarta cuma cari panggung? Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline