Lihat ke Halaman Asli

Goenawan

Wiraswasta

Menyangsikan Analisa Faisal Basri

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir - akhir ini banyak yang membantah analisa Pak Faizal Basri mengenai naik turunnya Rupiah. Ada penulis yang bilang justru rupiah akan turun, kemudian dibantah oleh penulis lain.

Saya tidak memprediksi rupiah naik atau turun tahun 2014. Saya hanya mengomentari analisa yang di pakai Pak Faisal Basri.

Berikut ini analisa nya dibangun:

Pertama, partai-partai dan politisi mulai gencar belanja sebelum masa kampanye dimulai sekalipun. Sudah merupakan rahasia umum politisi beternak dollar. Tengok saja uang sogok yang diterima para politisi sebagian besar dalam bentuk valuta asing. Kini tiba saatnya bagi mereka menukarkan valuta asingnya ke rupiah untuk belanja pemilu. Ada 6 ribuan calon anggota DPR, ribuan calon anggota DPD, ratusan ribu calon anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta puluhan yang berminat menjadi presiden/wakil presiden.

Kedua, harga beberapa komoditas ekspor Indonesia mulai menunjukkan kenaikan, di antaranya: minyak sawit, kopi, cokelat, dan tembaga. Sejalan dengan penguatan ekonomi dunia, terutama di negara-negara maju, diharapkan ekspor keseluruhan Indonesia akan naik tahun ini.

Ketiga, arus masuk investasi langsung asing (foreign direct investment) tampaknya akan tetap deras dan boleh jadi lebih tinggi ketimbang tahun 2013. Konflik Jepang-China yang saling mengklaim pulau Senkaku (Diaoyu) dan ketegangan politik domestik di Thailand yang berkelanjutan membuat Indonesia lebih menarik sebagai lokasi investasi. Selain itu, arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia berpeluang naik lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini jumlah turis mancanegara ke Indonesia diperkirakan menembus 9 juta orang.
Berikut bantahan saya:
Pertama: Nilai rupiah sangat dominan dipengaruhi export import. Di masa kampanye saat belanja publik naik maka nilai import kita akan melonjak. Ini karena konsumsi dalam negeri sebagaian mengandalkan import, dari bahan makan, bbm, atribut kampanye, dsb. Jadi bagaimana mungkin rupiah naik saat import membesar yang artinya defisit neraca ikut naik?
Sedangkan dolar para politisi itu jumlahnya tidak signifikan dan hanya berapa persen politisi yg punya dollar, paling yang sekitaran Jakarta saja. Dibanding politisi lain yang belanjanya naik karena kampanye dengan uang rupiah diseluruh Indonesia.
Kedua: No Comment, saya bukan dukun, he he.
Ketiga: FDI Indonesia naik, Saat FDI di China saja menurun, apa mungkin di Indonesia naik? tidak mungkin. Kita tidak bisa tiba tiba mendahului China jika melihat infrastruktur yang telah kita bangun jauh tertinggal dibanding China. FDI juga sulit naik, saat ekonomi Amerika bangkit. Uang itu akan segera kembali ke Amerika, karena bagaimanapun, pasar di Amerika jauh lebih besar. Sehingga saat membaik, magnitudenyapun sangat besar.
Jadi dari tiga analisa Pak Faisal Basri, no.1 dan no.3 menurut saya SALAH, sedangkan yang no.2 terlalu spekulatif.
Salam Kompasiana, salam numpang tenar soal polemik naik turunnya rupiah




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline