Bagi pemilik kendaraan bermotor hampir semua tahu bahwa harga oli pertamina dijual paling murah dibanding merek-merek lain. Sebagai perbandingan Prima XP dijual per liter Rp 35.000,-, produk sejenis dari Shell dijual Rp. 44.000,- (Lebih mahal 26%), produk sejenis merek Total dijual Rp. 53.000,- (Lebih Mahal 51%). Oli adalah produk nonsubsidi, artinya harga yang dicantumkan berdasar mekanisme pasar. Di pasar oli (minyak pelumas) ini terbukti Pertamina harus banting harga untuk menguasai pasar oli domestik.
Ironisnya, di komoditas BBM, Pertamina terlalu serakah mengakali mekanisme subsidi BBM. Harga Premium yang hanya beroktan 88 dikerek naik mendekati merek lain dengan oktan 92 dan 95 dan tingkat kejernihan yang lebih tinggi. Jadi jangan heran bahwa Pertamina bisa besar semata-mata bukan karena bisnis di pasar bebas (baca: minyak pelumas), tetapi lebih karena kutipan subsidi untuk premium yang dijual kelewat mahal.
Di komoditas oli, Pertamina bisa mengambil margin laba yang sangat tipis, mengapa di BBM subsidi tidak bisa? Ironisnya tanpa melakukan analisa mencukupi Presiden Jokowi manaikkan harga BBM subsidi dengan alasan subsidi terlalu besar. Subsidi untuk siapa Pak? Subsidi itu Pertamina yang menikmati bukan rakyat.
Rakyat dipaksa membeli BBM beroktan rendah yang kotor mendekati harga BBM beroktan 92 dan 95. Artinya pemerintah belum melakukan tugasnya dan membebankan PR yang tidak pernah dikerjakannya untuk dibayar secara langsung oleh rakyat.
Kemarin Malam Harga Minyak Dunia Menyentuh angka 70 US$
Harga minyak dunia kembali menyentuh harga terendahnya sejak 4 tahun terakhir pasca pertemuan OPEC yang gagal mengurangi produksi minyaknya. Harga minyak cenderung melemah juga dipicu perlambatan pertumbuhan ekonomi RRC yang diprediksi hanya berkisar di angka 7%. Menurunnya tingkat inflasi di Eropa juga mengindikasikan pemulihan pascakrisis ekonomi yang melambat.
Praktis saat ini Rakyat Indonesia membeli BBM sama mahalnya dibanding negara maju dengan kualitas lebih rendah. Situasi seperti ini tentu tidak bagus. Pertamina yang tidak membuat kilang kok rakyat yang harus bayar? Pertamina yang tidak efisien dan transparan di harga jual, mengapa mesti rakyat yang disalahkan?
Selama ini Pertamina memonopoli pengadaan BBM bersubsidi dan pemerintah (dalam hal ini rakyat) dipaksa mengamini harga yang disodorkan Pertamina. Jadi jika konsumsi BBM subsidi nasional meningkat Pertaminalah yang paling diuntungkan. Hal ini tentu situasi yang tidak bagus. Tak heran pemasangan stiker atau apa pun yang dilakukan untuk konsumen beralih ke BBM nonsubsidi hanya lips service semata.
Karena jika benar konsumen premium beralih ke pertamax, belum tentu Pertamina bisa bersaing dengan pompa bensin Shell ataupun Petronas.
Jokowi menyelamatkan Shell, Petronas dan Total.
Pasca dibukanya pasar retail BBM oleh pemerintah memang terjadi euforia dengan masuknya retailer asing ke pasar domestik. Tetapi terbukti pompa bensin Shell, Petronas dan Total mati satu per satu menghadapi BBM bersubsidi. Kebijakan Jokowi menaikkan BBM bersubsidi serta merta membawa angin segar bagi mereka. Terbukti kebijakan kenaikkan BBM saat minyak dunia turun menjadi blunder saat ini.