Lihat ke Halaman Asli

Goenawan

Wiraswasta

Jembatan Selat Sunda Selamatkan Karir Presiden Jokowi

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1418446961651901441

[caption id="attachment_382333" align="aligncenter" width="624" caption="Foto: Kompas images/Fikria Hidayat"][/caption]

Semua prediksi saya mengenai Rupiah di kompasiana 100% benar. Menjelang kampanye pilpress 2014, Faisal Basri ekonom UI memprediksi rupiah akan menguat sepanjang kampanye, saya memprediksi sebaliknya dan terbukti prediksi saya yang benar. Kalau benar karena tebak tebakan saja tidak ada yang istimewa, tetapi prediksi saya lengkap dengan analisa fundamentalnya.

Kemudian prediksi Rupiah paska pelantikan Presiden Jokowi, sangat tepat.Betul rupiah menguat sesaat, tetapi kemudian tertekan sampai sekarang. Kemarin Rupiah tercatat menembus Rp.12.400,- per dollar. Angka psikologis yang saya sebut sangat mengkawatirkan. Di akhir tahun dimana belanja masyarakat meningkat pada masa libur natal, besar kemungkinan rupiah akan makin terpuruk. Kita akan memasuki MEA2015 dengan kondisi neraca yang sempit.

Visi Maritim Mahal Karena Harus Merogoh Kocek Sendiri

Lupakan sejenak tentang mimpi visi maritim. Membangun tol laut butuh dana yang sangat besar disisi lain tingkat keberhasilannya rendah. Swasta tidak akan buru-buru ikut masuk sektor maritim karena terbukti sektor ini tidak menjanjikan. Saya ambil contoh laporan keuangan Humpus Intermoda, perusahaan pemilik tanker dan operator kapal laut ini sudah bertahun-tahun rugi. Bandingkan dengan perusahaan-perusahaan disektor property, perkebunan, pertambangan yang kenaikkan harga sahamnya bisa diatas 40% setahun. Kita tahu bahwa perusahaan property, perkebunan, batubara itu adanya didarat. Masyarakatpun tinggalnya di darat.

Jika demikian pemerintah akan mengeluarkan uang sendiri yang tidak sedikit untuk membangun visi kelautan. Apakah yang dipakai itu uang nganggur? Jika misalnya itu diambil dari pencabutan subsidi BBM itupun tidak seberapa jumlahnya. Angka 300 trilyun rupiah tidaklah besar untuk membangun toll laut. Kalaupun infrastruktur laut terbangun, biaya operasional untuk menjalankan mekanisme toll laut pun akan sangat besar dan pemerintah sendiri yang harus talangi.

Ini benar - benar melawan hukum supply and demand. Dimana - mana demandnya ada dulu baru supplynya mengikuti, jika demand sudah ter-triger supply bisa digenjot dengan inovasi untuk memperluas demand. Ini demand masih negatif supplynya sudah mau ditambah.

Di negara Ekonomi Modern, pemerintah diharamkan menjadi pemain, karena akan sangat boros secara anggaran. Fungsi anggaran negara adalah membuat multiply efek. Dengan ikut menjadi operator (toll laut) maka disatu sisi pemerintah boros secara anggaran, disisi lain menisbikan peran swasta.

Berikan Bukti Nyata Secepatnya

Bukti nyata jangan yang remeh-temeh seperti peraturan tentang rapat dengan makanan singkong rebus. Bolehlah itu disebut bagus, tetapi itu tidak merubah mindset pelaku usaha tentang birokrasi yang lebih efisien dan cepat. Urusan singkong rebus di rapat justru menunjukkan rendahnya visi dan kreativitas menteri saat ini. Permintaan industri pakan ternak, alkohol dan turunannya pun sekarang masih terkendala suplai singkong. Kebijakkan yang tidak didasarkan data dan fakta, hanya kata orang saja. Sangat memalukan untuk jabatan level menteri.

Bukti nyata itu jika koran memberitakan ijin usaha bisa keluar 3x lebih cepat dengan tanpa biaya siluman baik di tingkat birokrasi maupun operasional. Jika hanya akan akan akan saja, pelaku usaha tidak akan percaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline