Kata, membalik halaman bukunya perlahan, memaknai aksara demi aksara yang terpampang. Melenyapkan diri dari hingar bingar dunia, menuju sebuah ketenangan, bersama Mozart yang mengalun lembut di indra pendengarannya. Suasana Caf bergaya Eropa tempat Kata berada, sangat lenggang. Hanya beberapa pengunjung yang sedang memanfaatkan Wifi caf untuk mengerjakan tugas, maupun sekadar duduk duduk santai.
Namun ketenangan ini tak berlangsung lama, barangkali memang nasib sial di hari jumat tanggal 13, seorang pelayan, tak sengaja menjatuhkan segelas minuman, hingga airnya tumpah ruah mengenai pengunjung meja 13.
"Mbak nya bisa kerja? Ini, baju saya jadi kotor mbak. Harga diri mbaknya aja mungkin gak cukup buat nebus harga baju saya!" seorang pelanggan mencak mencak, memaki pelayan yang sedang mati matian menahan malu.
Nasibnya sebagai kaum rendahan, harus serta merta tunduk pada si kaum atas. "Ma-af, saya minta maaf kak. Saya yang salah, saya yang enggak fokus. Mohon dimaafkan kak kekeliruan saya," terbata bata, menahan tangis, pelayan malang ini, meminta maaf dengan wajah dan badan tertunduk.
"Mbak, kalau maaf bisa nyelesain masalah, saya juga terima maafnya mbak. Ini masalahnya, karna ketololan anda, baju mahal saya kotor!" wajahnya semakin memerah padam, tak kuasa menahan amarah. Barangkali setan mendukung, si pelanggan emosian ini, mengambil 2 gelas jus yang berada di meja sampingnya, menyiram si pelayan berkali kali, hingga kuyup seluruh bajunya.
"Orang rendahan, gak tau malu, ya memang pantesnya berakhir kayak gini," senyumnya terbit sedikit, merasa puas menjejali pelayan rendahan ini dengan beragam malu. Kata tersenyum miring, suara hingar bingar percakapan dua orang berbeda kelas ini, ia hayati bersama dengan Mozart yang menambah dramatic suasana. Ia masih membalik bukunya dengan tenang, tak terusik sedikitpun dengan suara si pelanggan yang semakin lama semakin keras memaki pelayan.
Pada halaman ke 13 bukunya, Kata merobek halamannya dengan tenang, menjentikan jari dengan lembut, dan perlahan suara hingar bingar ini mereda. Tak hanya mereda, semua seakan berhenti. Jarum jam berhenti berdetik, air yang hendak tumpah ruah keatas kepala pelayan berhenti, seolah membeku di tempatnya.
Kata terkekeh kecil, melihat wajah sang pelanggan tampak beku, dengan ekspresi monyong. Perlahan, langkah tertatanya menuju kerumunan yang sempat mengheboh, dengan siulan siulan kecil, sembari memutar mutar robekan kertasnya, Kata menghampiri sang pelayan lalu menepuk pelan bahunya.
Seperti terkena sihir, pelayan yang semula beku terdiam, menjadi kembali bergerak. terheran heran ia, saat melihat semua orang disekitarnya beku terdiam, seolah waktu benar benar terhenti. Matanya memicing bingung, saat seorang pria dengan jas hitam, topi hitam, dasi hitam, sedang memandanginya dengan senyum hangat.
"Mas nya siapa ya? Lalu, ini kenapa kok semua jadi berhenti begini?" ia bertanya linglung, masih tak mengerti dengan apa yang ia lihat saat ini. Kata terkekeh, ia menyandarkan tubuhnya tenang pada tembok caf, lalu menyerahkan selembar kertas sobekan pada pelayan malang ini.
"Di dalam lembaran kertas itu, terdapat dua pilihan. Pilih salah satunya." Jelas, sang pelayan semakin terheran heran. Belum selesai kebingungannya dengan semua orang yang tiba tiba membeku, kini ia harus memilih dua pilihan dari selembar kertas dari orang asing. Ah, tolong siapa saja, pelayan ini sedang kebingungan.