Oleh: Furqan Jurdi
Ketua Presidium Nasional Pemuda Madani
Sudah menjadi hukum Kehidupan umat manusia, apabila kesesatan terjadi secara meluas maka, akan muncul orang-orang yang meluruskan kesesatan itu. Begitu juga kalau terjadi degradasi moral maka akan ada orang yang akan menegakkan moralitas itu.
Dalam hukum Kehidupan itulah kita menangkap makna kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk meluruskan Kiblat Bangsa.
Tentu untuk mencapai tujuan tersebut tidak mudah, karena dalam sejarah tercatat bahwa pejuang moral dan pembaharu selalu berhadapan dengan kekuasaan. Kisah para nabi~nabi dan para pejuang kebenaran selalu dimulai dengan pengorbanan besar.
Sudah berapa nabi terbunuh akibat melakukan pelurusan terhadap kiblat kehidupan manusia? Sudah berapa pejuang yang mati akibat mengkhutbahkan penegakkan moralitas? Tentu kalau dihitung tak akan cukup tulisan singkat ini menceritakan kisah heroisme mereka.
Tapi secara umum Para nabi, para pejuang, para pembaharu, dibunuh, diancam dan diintimidasi serta dipenjara karena dianggap mengancam kekuasaan para penguasa dan dianggap membahayakan singgasana kekuasaan mereka. Dan keseluruhan dari mereka adalah orang~orang jujur dan memiliki komitmen dan integritas moral yang tinggi. Jadi tidak sembarang manusia yang berani menerjang keangkuhan kekuasaan, mesti mereka adalah manusia pilihan.
Mewarisi spirit para nabi dan pejuang masa lalu itulah, maka KAMI mengambil jalan yang berseberangan dengan kekuasaan. Ada tokoh~tokoh besar seperti Prof. Din Syamsuddin, Prof. Ahmad Wahab, dan Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo serta aktivis, mahasiswa, buruh dan pejuang pergerakan yang konsisten dengan perjuangannya.
Diantara nama~nama itu ada Seorang Aktivis, Akademisi, Intelektual, Advokat dan Politisi Islam yang sangat berintegritas. Namanya Dr. Ahmad Yani, seorang yang memiliki sejarah panjang dalam berjuang dari era otoritarianisme orde baru hingga Reformasi.
Ahmad Yani memiliki sejarah panjang dalam perjuangan menegakkan moralitas dan kejujuran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semenjak era orde Baru Yani sudah menjadi saksi sejarah kegerian seputar rezim otoriter.
Sebagai aktivis pendatang baru pada tahun 1980~an ketika tokoh~tokoh besar menandatangani Petisi 50, Petisi yang diterbitkan pada 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi bangsa, Yani menyaksikan guru dan tokoh~tokoh itu diintimidasi dan dipenjara oleh Orba.
Namun idealisme aktivis tak dapat surut oleh hantaman otoritarianisme penguasa. Ia berdiri bersama dengan Mahasiswa Islam (Himpunan Mahasiswa Islam~HMI) sebagai salah satu pelopor "pembangkangan" terhadap asas tunggal orde baru. Ia bersama Eggy Sudjana dkk tetap bertahan pada komitmen menegakkan tujuan HMI yaitu Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan Ulul Albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata'ala.