Lihat ke Halaman Asli

Furqan Jurdi

Pembaca, pendengar dan penulis

Milenial Merawat Sumpah

Diperbarui: 29 Oktober 2019   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: shutterstock

Di sudut lorong gelap kehidupan ada pemuda yang merangkai masa depan di atas bangku pendidikan. Ada pemuda yang menulis syair kebencian tubuh mengutuk kehidupan. Ada pemuda yang mengukir prestasi mendunia. 

Ada pemuda yang berpidato dalam arakan massa di atas mobil komando. Ada sedang berfoya-foya sepanjang mall dan kafe sambil melihat perlengkapan mewah. Ada sedang malas-malas sambil bermain game dengan gadget nya. Ada yang duduk di taman sambil merangkai syair bagi kekasihnya.

Pemuda dengan karakter dan gaya tersebut, merupakan harapan masa depan bangsa, penerus cita-cita besar negara, "juru selamat" persatuan. Di pundaknya diletakkan amanat proklamasi, ikrar dan sumpah pemuda 1928. Mampukah pemuda mengemban tugas berat itu? 

Menjaga persatuan dan keutuhan bangsa, melanjutkan cita-cita besar negara, itu tugas generasi muda. Berulang-ulang sejarau Indonesia mencatat, di atas kerta putih dan tinta emas sejarah bangsa ini, pemuda selalu menjadi ujung tombak perubahan dan pembangunan.

Republik ini adalah republik yang di dominasi oleh kaum muda. Semua tipe di atas ada di Indonesia. Pemuda yang mengukir dawai meraih cita-cita, sekujur tubuh berkeringat dalam terik matahari dengan proposal atau surat lamaran kerja. Berteriak di atas mimbar jalanan, berpidato dalam rapat-rapat. Semua masih ada, meskipun tidak seperti masa dulu.

Tiap saat negara memproduksi pemuda. Bonus demografi dan usia produktif yang mendominasi masyarakat. Sekitar 68% usia produktif. Kampus sesak dengan pemuda-pemudi yang menuntut ilmu. Lapangan kerja menyempit tak menampung lulusan sarjana muda. 

Problem setiap bangsa adalah masalah kesejahteraan dan lapangan kerja. Negara harus berusaha untuk menghindari usia produktif menganggur. Kalau kuantitas generasi muda banyak yang menganggur, ini justru problem besar. Tidak menutup kemungkinan, ada frustasi dan rasa ketidakpuasan.

Bisa berujung pada Kriminalitas dan berbagai kejahatan akan terjadi. Kalau dalam hal lapangan kerja negara abai, maka pupuslah harapan akan pemuda. Negara harus mewaspadai akan gelombang Generasi milenial. 

Perlu ada lompatan kebijakan yang mengakomodir segala potensi generasi muda. Jumlahnya begitu besar, lahir sekitar tahun 1980-1990-an dengan jumlah sekitar 90 juta jiwa.

Ini zaman milenial, akrab dengan tekhnologi, serba canggih. Tetapi semakin tinggi pencapaian zaman semakin instan cara berpikir, tidak mengharapkan kerumitan, dan selalu manja dalam berproses. Kita berdamai dengan tekhnologi tetapi di ruang sosial yang nyata ada keretakan kohesi sosial, ada perasaan tidak bersahabat.

Ini zaman serba rumit. Ruang kehidupan kelihatan sempit, tetapi ketika bertatap muka menjadi kelihatan sangat tidak akrab. Dalam dunia maya begitu mesra, dalam dunia nyata tidak seindah dunia maya. Semua serba tak masuk akal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline