Dalam keterangan tersebut, Infantino menyatakan bahwa keputusan yang telah ditetapkan menjadi keputusan Qatar dan FIFA.
Ia pun juga turut mengkritisi tanggapan negatif negara Eropa terhadap Qatar sebagai tuan rumah. Terutama pada isu LGBT hingga pelanggaran hak asasi manusia.
"Hari ini saya merasa sebagai orang Qatar. Hari ini saya merasa bangsa Arab. Hari ini saya merasa Afrika. Hari ini saya merasa gay. Hari ini saya merasa cacat. Hari ini saya merasa [seperti] seorang pekerja imigran," ujar Infantino.
"Tentu saja saya bukan orang Qatar, saya bukan orang Arab, saya bukan orang Afrika, saya bukan gay, saya tidak cacat. Tapi saya merasa seperti itu, karena saya tahu apa artinya didiskriminasi, diintimidasi, sebagai orang asing di negara asing.
Sebagai seorang anak saya diintimidasi - karena saya memiliki rambut merah dan bintik-bintik, ditambah saya orang Italia, jadi bayangkan," ucap Infantino.
Penulis mengamati, respon presiden FIFA dinilai cukup objektif karena setiap negara yang menjadi tuan rumah piala dunia tentu memiliki kebijakan umum dan khusus.
Secara umum, mungkin telah diterapkan sesuai dengan standar pelaksanaan Piala Dunia. Namun, selain itu juga ada kebijakan khusus atau tertentu dari suatu negara.
Sebagai negara Muslim, Qatar tentu memiliki salah satu kebijakannya yakni melarang minuman keras. Meskipun mendapatkan kecaman, namun hal tersebut tentu harus diapresiasi dan dihargai sebagaimana tamu yang menghormati tuan rumah.
Terlepas, peraturan tersebut lintas agama maupun kultur budaya dan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H