Pemberitaan masif media terkait persiapan pilpres 2024 mendatang membuat ramainya lembaga survei ikut mendata sejauhmana elektabilitas partai politik dan calon yang diusungnya.
Tak sedikit dari partai politik sudah menjagokan bahkan mendeklarasikan, seperti Anies Baswedan yang diusung Nasdem, Prabowo yang diumumkan oleh Gerindra, hingga Ganjar Pranowo yang diusung PSI meski akhirnya harus kena sanksi sebagai kader karena melanggar ketentuan partai PDIP.
Puan, meski bukan sebagai ketua partai. Sosoknya sebagai anak dari ketua umum membuat dirinya diperhitungkan untuk menjadi kandidat selain dari Ganjar yang sudah menonjol sejak awal.
Demokrat, partai besutan dari SBY juga turut diperhitungkan akan mengusung AHY atau menjadi koalisi dari partai lain. Namun tentu berbagai pertimbangan akan menjadi perhatian dan kajian karena melihat potensi ataupun keuntungan dari partai tersebut.
Golkar, sebagai partai senior di Indonesia turut menjadi perhatian publik. Pasalnya, sang Ketua Umum Airlangga Hartanto memiliki elektabilitas terbilang rendah bahkan jauh dari 3 besar dari berbagai macam lembaga survei melaporkan.
Dampaknya, elektabilitas partai Golkar pun turut turun. Partai berlambang beringin ini dari survei SMRC, dari 12,3 persen justru turun menjadi 8,5 persen.
Berbanding terbalik dengan partai lainnya yang justru naik cukup signifikan. Dari data, PDIP meraih 19,3 persen suara dan berpotensi naik menjadi 24 persen suara pada 2024 mendatang.
Padahal, Golkar cukup positif dari segi publikasi karena menarik perhatian publik terkait Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Namun, setelah isu pembentukkan koalisi tersebut, Golkar belum menonjolkan calon untuk pilpres.
Pada akhir-akhir ini tentu kita dapat melihat spanduk dan baliho cukup masif di beberapa tempat dan daerah Airlangga Hartanto sebagai capres. Namun, saat ini Golkar sebagai partai yang diketuai Airlangga belum kunjung menunjukkan taringnya.
Bedasarkan pemberitaan dari MSN Media, Peneliti Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi (PRP-BRIN) Aisyah Putri Budiarti mengatakan, selain terkait koalisi, Golkar juga cenderung tidak menunjukkan sikap membersamai kebijakan-kebijakan pro-publik.
Posisinya sebagai bagian dari koalisi pemerintah di satu sisi membuat Golkar menjadi lebih terkontrol dalam merespons persoalan publik dan tidak kritis terhadap kebijakan pemerintah, bahkan termasuk yang kontroversial di kalangan publik.