Lihat ke Halaman Asli

Super_Locrian

Penulis lepas, enthusiastic in journalism, technology, digital world

DIMS, Tepatkah Menjadi Solusi Manajemen Data Kala Bencana?

Diperbarui: 31 Juli 2019   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

screenshoot aplikasi DIMS (Dokpri)

Pagi itu Maulana membantu pak Kardi mengumpulkan pakaian layak pakai yang sudah jarang mereka kenakan. Mulai dari kemeja, kaus, celana panjang, celana pendek, hingga sarung yang biasanya setia membalut tubuh keduanya ketika menjalankan kewajiban sholat lima waktu. 

Tak berhenti sampai disitu, Maulana dan pak Kardi juga mengajak tetangganya untuk bersama-sama memilah pakaian bekas layak pakai, hingga mengumpulkan bahan makanan cepat saji. 

Bukan tanpa sebab dan tujuan Maulana dan pak Kardi menginisasi gerakan yang mereka namakan "Gerakan Peduli" tersebut. Keduanya tersentuh dengan kondisi para korban bencana alam yang terjadi beberapa waktu lalu di wilayah ujung barat pulau Jawa. 

Menjelang petang, Maulana dan pak Kardi berhasil mengumpulkan empat kardus pakaian bekas layak pakai, dan belasan dus makanan cepat saji yang akan mereka sumbangkan untuk para korban. 

"Maul coba kamu hubungi petugas yang bisa mengantarkan hasil sumbangan ini untuk para korban", ujar pak Kardi. Bergegas Maulana mencari kontak lembaga atau institusi yang membuka penyaluran bantuan bagi korban bencana alam. Tak lama berselang, Maulana berhasil mendapatkan kontak salah satu lembaga yang membantu masyarakat untuk menyalurkan bantuan kepada korban di setiap bencana alam. 

Setelah mencatat detail alamat dan penanggungjawab yang akan menerima bantuan, Maulana dan pak Kardi berencana akan menyerahkan keesokan harinya. 

Usai membereskan bantuan dan data bantuan yang dikumpulkan dari para tetangganya, Maulana melepas lelah di kebun belakang ditemani secangkir kopi hitam yang tak lagi panas. 

Namun aromanya yang kuat membuatnya ingin terus menyesap setiap tetes kopi tersebut. Sambil memandangi tumpukan kardus bantuan, Maulana bertanya dalam dirinya bagaimana mendata kebutuhan ratusan orang korban bencana yang tentu saja kebutuhannya berbeda-beda. 

Menurutnya, kebutuhan logistik di wilayah bencana tentu menjadi hal yang krusial mengingat kondisi tentu tak memungkinkan bagi para korban untuk bisa mandiri mencari kebutuhan hidup mereka. 

Lingkungan yang porak poranda, akses listrik mati, hingga ketiadaan transportasi yang bisa megantarkan mereka, bahkan faktor traumatis dan psikologi usai diguncang bencana terkadang membuat para korban sulit untuk bertindak seperti biasanya. Disinilah peran sesama manusia untuk membantu para korban. 

Tapi lagi-lagi Maulana bertanya, bagaimana mendistribusikan bantuan logistik yang tepat agar tidak terjadi penumpukan bantuan di salah satu lokasi, yang mungkin justru tak terpakai karena tidak ada yang membutuhkan.   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline