Lihat ke Halaman Asli

Mengetuk Pintu Hati Murid dengan Restitusi Menuju Budaya Positif

Diperbarui: 31 Agustus 2022   02:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Para siswa berbaris sebelum memasuki kelas. (Foto: KOMPAS/REGINA RUKMORINI)

Pemikiran Ki Hajar Dewantra (KHD) menghentakkan pemikiran saya tentang dunia pendidikan. Pemikiran yang mencerahkan untuk menciptakan budaya positif dan melahirkan generasi emas untuk membawa Indoensia maju dan disegani dalam kancah internasional.

KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak diseuaikan dengan kodrat zaman dan kodrat alam.

Hal pertama yang dituntun adalah memahami diri sang murid dengan memenuhi 5 kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kebutuhan untuk diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan/penguasaan (power). 

Berikutnya beranjak memahami software sang murid berupa budipekerti dan perilaku anak untuk mempunyai nilai-nilai kebajikan yang sifatnya universal yang dapat dijadikan "landasan bersama" (common-ground), bagi beragam kepentingan, suku-bangsa, ras, agama, dan antar-golongan.

Tuntunan pada anak diarahkan dengan segenap upaya untuk melahirkan Profil Pelajar Pancasila yang mengandung enam dimensi yang mana kesemuanya berakar pada falsafah Pancasila yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; (2) Mandiri; (3) Bergotong-royong; (4) Berkebinekaan global; (5) Bernalar kritis; (6) Kreatif

Sang penuntun yang diperankan oleh sosok guru seyogyanya memiliki nilai-nilai guru penggerak yaitu berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif. 

Sosok ini mempunyai peran menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid (student agency) dan menggerakkan komunitas praktisi.

Ketika nilai dan peran guru penggerak sudah terinternalisasi dalam diri seorang guru maka akan mudah untuk memimpin sebuah perubahan positif di komunitasnya. Memimpin suatu perubahan diperlukan strategi agar berhasil tepat guna. 

Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan penerapan inquiri apresiatif (IA), dimana pendekatan ini lebih banyak fokus melihat kekuatan dan nilai positif yang ada dibandingkan kelemahan dan nilai negatif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline