Lihat ke Halaman Asli

Fudhla Zakiya

Mahasiswa Akuntansi

Dari Panama, Paradise, hingga Pandora Papers: Fenomena yang Kaya Semakin Kaya

Diperbarui: 19 Desember 2021   06:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: www.cartooningforpeace.org

Kejahatan keuangan oleh kalangan elit bagaikan skandal yang akan terus-menerus terjadi, tanpa henti. Tahun 2016, Panama Papers telah mengungkap 11,5 juta dokumen (2,6 terabyte) milik firma hukum Mossack Fonseca. Paradise Papers dengan 13,4 juta dokumen (1,4 terabyte) dari Appleby, Asiaciti Trust, dan pencatat perusahaan di 19 yurisdiksi di tahun 2017. Baru-baru ini, publik telah dihebohkan oleh Pandora Papers yang menyimpan 11,9 juta dokumen (2,94 terabyte) yang berasal dari 14 penyedia layanan perusahaan di 38 yurisdiksi. Singkatnya, dokumen tersebut berisi rekam jejak penggelapan harta kekayaan milik elit dunia melalui pendirian offshore company di negara tax haven. Mereka memanfaatkan fasilitas di negara tax haven untuk menyembunyikan aset yang mereka miliki agar dapat terhindar dari kewajiban pembayaran pajak di negara asal. Investigasi yang dilakukan pada Pandora Papers juga mengungkapkan adanya kerja sama oleh pihak bank, firma hukum, dan penyedia layanan di luar negeri untuk merancang struktur perusahaan yang kompleks. Hal ini dapat menyulitkan pihak otoritas pajak ataupun investigator ketika mereka melacak aliran dana dari awal transaksi hingga ke penerima manfaat akhir (beneficial ownership).  

Dilansir dari Tax Justice Network, pajak Indonesia yang hilang setiap tahun ke negara tax haven sebesar $2.274.983.547 atau sekitar Rp32 triliun per 2021 dengan tingkat kerugian pajak global sebesar 0,11%. Di sisi lain, penerimaan pajak di Indonesia hingga akhir Oktober 2021 mencapai Rp953,6 triliun dan masih berada di tingkat 77,56% dari target pada APBN 2021. Artinya, apabila pajak yang dialihkan ke negara tax haven tersebut dapat mengalir ke Indonesia, setidaknya dapat membantu untuk memenuhi target penerimaan pajak tahun ini. Lebih lanjut, atas pajak yang hilang tersebut, secara tidak langsung menyebutkan bahwa jumlah aset yang berada di negara tax haven mencapai ratusan miliar dolar. Angka yang cukup fantastis, bukan?

Melihat berbagai nama yang terdaftar dalam skandal Panama hingga Pandora Papers, dari Indonesia justru berasal dari para pejabat tinggi negara. Mereka yang berteriak menyuarakan kepada rakyat mengenai pentingnya membayar pajak, justru melakukan tindakan penggelapan pajak. Miris, bukan? Lebih dari itu, sebagian besar dari mereka merupakan para pengusaha kelas kakap yang juga berusaha untuk diam-diam menyembunyikan asetnya jauh dari jangkauan otoritas pajak Indonesia. Meski begitu, pemerintah masih saja menutup mata seolah-olah bukan skandal yang material.

Kepemilikan offshore company di negara tax haven belum tentu terindikasi sebagai tindakan ilegal apabila mereka selaku beneficial ownership melaporkan nilai aset tersebut melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi pejabat negara dan Surat Pemberitahuan (SPT). Pun, bukan praktik ilegal apabila pendirian offshore company bertujuan untuk melakukan ekspansi bisnis di wilayah dengan tarif pajak yang rendah. Akan tetapi, berapakah peluang hal tersebut terjadi?

Perlu diketahui bahwa terdapat kompleksitas pada skema transaksi keuangan yang melibatkan lintas negara di wilayah tax haven. Dengan demikian, hal tersebut kerap dijadikan sebagai alat untuk menutupi jejak kejahatan keuangan seperti pencucian uang, penggelapan pajak, korupsi, ataupun menyembunyikan properti dan barang-barang mewah lainnya. Selain memiliki tingkat pajak yang rendah, pemerintah di negara tax haven juga melonggarkan adanya pengungkapan informasi secara penuh terkait kepemilikan offshore company. Akibatnya, fenomena tersebut semakin memicu para elit untuk melancarkan aksinya hingga beberapa dari mereka bahkan memiliki lebih dari satu offshore company

Kira-kira berapakah total nilai aset yang disembunyikan di offshore company tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline