Lihat ke Halaman Asli

Sekaten

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekaten pada awalnya adalah acara kebudayaan peninggalan kerajaan Islam yang pernah jaya di Indonesia. Upara Sekaten digelar untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara ini sudah menjadi kebiasaan dikeraton Surakarta, Yogyakarta, dan Cirebon.
Disini penulis mengambil kota Yogyakarta yang dalam perayaan sekaten selalu meriah dan memakan waktu berbulan-bulan. Karena peringatan upacara ini diikuti dengan pesta rakyat yang di laksanakan di alun-alun utara kota Yogyakarta atau sering disebut Altar. Sebab acara ini selalu dimeriahkan dengan pasar malam atau bisa disebut dengan “Dream Land” dengan beraneka wahananya sampai panggung-panggung kesenian. Tak lupa pemerintahan setempat juga mendukung penyelenggaraan acara ini dengan adanya pameran home industry yang ada di kota Yogyakarta dalam sebuah bazar. Ditambah bila acara ini diselenggarakan pada akhir tahun di tahu masehi. Pasti ada penyelenggaraan pesta kembang api di penghujung tahun tersebut, sebagai tanda untuk memeriahkan tahun baru.
Dari sedikit realita yang penulis tuliskan diatas, saya menjabarkan berapa ribu lapangan pekerjaan terbuka untuk masyarakat Yogyakarta. Maka, tak heran jauh hari sebelum tanggal resmi sekaten akan diselenggarakan. Para pemilik usaha pasar malam sudah berebut lahan untuk menaruh wahana-wahana mereka dalam mengais rezeki. Disusul dengan para penjaja kaki lima dari segala item dagangan. Dari makanan sampai barang-barang rumah tangga. Bahakan penjualan motor ataupun mobil terkadang memanfaatkan even ini untuk memperkenalkan produk mereka di masyarakat. Belum lagi ditambah tukang parkir dadakan dari warga sekitar alun-alun utara yang berebut lahan pengais nafkah lewat penjagaan motor pengunjung.
Saya pernah mewawancarai salah satu tukang parkir musiman ini terkait berapa besar keuntungan permalam yang mereka dapat dari menjaga parkir selama sekaten berlangsung. Mereka semalam mendapatkan keuntungan berkisar kurang lebih Rp 80.000,-/malam. Jika dikalikan berapa lama sekaten terselenggara. Karena ini sangat menguntungkan, biasanya umumnya parkir sepeda motor hanya Rp 1.000,-, di sekaten bisa sampai Rp 3.000,- belum lagi parkir mobil mencapai Rp 10.000,-. Maka bisa dibilang ini sebagai lahan lapangan pekerjaan bagi rakyat Yogyakarta.
Belum lagi para penjaga wahana-wahan yang ada. Jika didalam satu alun-alun ada tujuh dream land yang berbeda dengan setiap dream land ini tujuh wahana yang tersedia. Perlu berapa orang yang dikerahkan? Karena setiap wahana ini masih manual dalam pemutarannya, tidak seperti di dufan dan trans studio yang sudah menggunakan mesin otomatis. Semua wahana ini masih menggunakan bantuan tenaga manusia dalam pemutarannya.
Ditambah para pedagang kaki lima yang tak mau tertinggal dalam mencari lahan demi rezeki yang akan dikais melihat besarnya keuntungan yang akan diperoleh. Karena memang realita walaupun sekaten terselenggara setiap tahun. Pengunjung tempat ini tak pernah berkurang, bahkan setiap harinya selalu ramai. Yang menambah kemacetan kota Yogyakarta. Karena tanpa adanya sekaten kota Yogyakarta sudah selalu diserbu oleh wisatawan. Belum lagi, kalau liburan akhir semester tiba. Karena memang kota Ygyakarta ini adalah kota yang masih kental dengan budayanya dibanding kota-kota di Indonesia yang lain.
Walau disisi lain memiliki dampak yang positif didalam sekaten dengan menambah pendapatan warga Yogya yang menjadikan tempat tersebut sebagai lahan mencari rezeki. Namun, disisi lain dampak negatif lebih banyak. Dari ketertiban yang terganggu karena jauh sebelum waktu diselenggarakannya upacara sekaten para bos dream land sudah berebut lahan, begitu juga para penjaga parkir. Dan ini tak jarang menimbulkan cekcok perselisihan lahan demi rezeki yang harus didapat. Maka, tak jarang terjadi perkelahian antar pencari lahan tersebut. Padahal di dunia nyatanya mereka tidak memiliki lahan ini. Lahan ini semua adalah milik pemerintahan Yogyakarta. Milik keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jadi, perselisihan mereka terkadang tidak rasional. Karena pihak keraton bisa sewaktu-waktu mengambil alih kebijakan dalam pelaksanaan sekaten ini demi ketertiban dan keindahan kota Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline