Lihat ke Halaman Asli

Membaca Fenomena Disruption di Sektor Energi

Diperbarui: 22 Agustus 2017   01:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar -- Tesla Model S ||(sumber gambar: www.tesla.com)


#15HariCeritaEnergi#HariKetiga 

"Kami tidak melakukan kesalahan apapun; tiba-tiba kalah dan punah."
Stephen Elop (Nokia)

Pendahuluan

(www.esdm.go.id) - Di hari ketiga dalam serangkaian 15 Hari Cerita Energi (#15HariCeritaEnergi) kali ini, penulis akan menyajikan pandangan-pandangan yang mencoba untuk memperkuat landasan berpikir mengenai penerapan dan pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia. Sebelumnya telah dijelaskan mengenai permasalahan dalam penerapan dan pengembangan energi terbarukan di Indonesia, dengan disertai informasi kondisi kekinian dan fakta yang mengikutinya. Untuk lebih lengkapnya bisa sobat energi baca di Kondisi, Fakta dan Permasalahan Energi Terbarukan di Indonesia.

Dalam tulisan ini, kami akan memberikan wawasan dan pandangannya mengapa pengembangan energi terbarukan selama ini terasa lambat, yang kemudian akan diketemukan dengan contoh-contoh di lapangan. Dan bisakah energi terbarukan menjadi sebuah fenomena disruption baru di abad ini?

Tentu tulisan ini tidak mewakili kondisi riil di lapangan, namun diharapkan bisa menjadi rujukan untuk memahami dan memproyeksikan wawasan mengenai energi terbarukan Indonesia di masa depan dengan pandangan saat ini.

Penggunaan Bahan Bakar Fosil di Masa Depan

Banyak tulisan berbasis opini yang kami baca di blog maupun media sosial, mengatakan bahwa cadangan minyak bumi kita akan habis sebelum tahun 2050. Di masa depan kita akan mengalami krisis energi. Dan solusi atas itu adalah mengembangkan dan menerapkan energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif.  Pertanyaannya, apakah benar demikian?

Simak penjelasan berikut.

Badan Energi Internasional (International Energy Agency - IEA) yang berbasis di Perancis memperkirakan bahwa total pangsa pasar pembangkit listrik yang bersumber energi terbarukan (non-hidro dan nuklir) secara global hanya 17 persen pada tahun 2040, hal ini karena batubara (31 persen) dan gas alam (24 persen)  akan terus diproduksi dan digunakan sebagai sumber energi yang murah dan dapat diandalkan. Bahkan bisa lebih rendah dari angka 17 persen [1]. Ini data dari IEA. Perhatikan gambar 1 dibawah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline