Lihat ke Halaman Asli

Hujan Tanpa Pelangi

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Anjing, bangsat, setan, pembunuh!!"

Suara teriakan warga bercampur suara pecahan kaca terdengar ketika beberapa orang polisi membawanya keluar dari dalam rumahnya, sambil tetap menunduk Pelangi bisa melihat warga yang tampak berkerumun di pekarangan bunga yang dulu selalu dirawat ibunya itu.

Beberapa dari mereka bahkan ada yang iseng berusaha memukul wajah, menarik paksa rambutnya ataupun melemparinya dengan benda-benda keras, beruntung polisi sigap melindungi dirinya dari pukulan-pukulan warga, sampai akhirnya ia dibawa dengan sebuah mobil ke kantor polisi.

Satu bulan kemudian, setelah melewati proses hukum yang panjang dia dinyatakan bersalah atas pembunuhan ayahnya.

Masih terngiang hingga kini ketika dengan tegas hakim berkata "25 tahun kurungan penjara,"

Ketukan palu yang dilanjutkan oleh tangisan histerisnya. Ia bahkan belum hidup selama itu. Ia berpikir bahwa inilah akhir dari masa depannya. Menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. Tidak ada lagi tanaman milik ibunya, tidak ada lagi buku-buku menarik milik ayahnya, hanya jeruji, tempat tidur dan toilet seadanya.

Gadis itu bernama Pelangi, nama yang dia dapatkan hanya karena dia lahir di sore hari setelah hujan reda. Hujan yang kata ibunya turun dengan indah dan berakhir dengan lengkungan cahaya berwarna mejikuhibiniu.

Jauh sebelum pembunuhan itu terjadi, Pelangi adalah seorang gadis manis yang jarang bicara. Selain kedua orang tuanya, bunga, selalu menjadi teman dia bicara. Bunga yang sebetulnya milik ibunya, yang terkadang membuatnya cemburu, namun tak ragu ia sayangi karena dia begitu menyayangi ibunya.

Bersama kedua orang tuanya, dia tinggal di desa di mana senyum dan keramah tamahan masih menjadi sesuatu yang murah. Suara klakson dan knalpot kendaraan bermotor menjadi sesuatu yang sangat mahal. Disini, kecuali hujan turun, suara tetangga yang sedang berteriak dari dalam rumah dapat dengan mudah terdengar hingga jarak dua sampai tiga rumah.

Selepas pulang sekolah, sambil menunggu ayahnya pulang mengajar, dia biasa menghabiskan waktu bermain bersama bunga-bunga milik ibunya, membaca buku-buku milik ayahnya tentang berbagai macam pengetahuan, tentang sejarah negara, tentang jenis-jenis hewan dan cara mereka tumbuh. Tentang matahari dan bulan yang datang silih berganti.

Ayahnya adalah seorang pahlawan, setidaknya begitulah Pelangi menjawab ketika ada temannya bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Setiap pagi ketika sebagian besar mahluk Tuhan termasuk matahari masih beristirahat, dia sudah siap dengan baju dinasnya. Baju dinas yang tampak lusuh karena sudah terlalu sering dicuci. Setiap pagi dengan penuh semangat ayahnya akan mengayuh sepeda kumbangnya menyusuri jalanan pedesaan yang berbatu-batu, menuju sebuah sekolah dimana karakter-karakter generasi muda dibentuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline