Why physics?
Saya jatuh cinta pertama kali dengan fisika, karena fisika memberi jawaban atas pertanyaan saya "bagaimana cara saya untuk membongkar dan menyibak berbagai rahasia-rahasia alam semesta?". Oleh karena itu saya menyadari bahwa jika saya menginginkan jawaban yang memuaskan atas banyaknya pertanyaan mendasar tentang alam semesta (nature), makna kewujudan (existence) yang membuncah di benak saya, maka fisika adalah subjek yang mesti saya pelajari. Fisika tampak seperti gabungan asyik antara penyelesaian masalah dengan nalar.
Saya ingin tahu: Dari bahan apa kita dibuat? Dari mana kita berasal? Apakah alam semesta punya awal, atau akhir? Apakah alam semesta berbatas, ataukah justru ia meluas tanpa batas? Apakah arti dari mekanika quantum? Bagaimana hakikat waktu? Dari berbagai pertanyaan saya tersebut dan untuk menemukan semacam jawaban-jawaban atas pertanyaan saya tadi, itulah diantaranya yang mengantarkan saya pada subjek fisika ini. Sekarang, saya sudah menemukan jawaban dari sebagian pertanyaan tadi, lainnya saya masih mencari, hehe.
Beberapa orang beralih ke agama, ideologi, atau sistem kepercayaan lainnya untuk menemukan semacam jawaban atas misteri kehidupan, yang diantaranya secara implisit melalui beberapa pertanyaan saya tadi. Namun bagi saya, didalam konteks sains dan secara bangunan epistemologi. Hipotesis cermat, pengujian, dan deduksi dari fakta-fakta tentang dunia, yang tentu saja ia merupakan ciri pokok dari metode sains dan bangunan epistemologi itu sendiri, ia tidak akan dan tidak boleh tergantikan. Karena menurut saya, pemahaman yang telah kita raih melalui sains dan khususnya fisika, tentang bagaimana cara dunia tersusun dan bekerja, bukan hanya sekedar alternatif cara absah untuk menggapai 'kebenaran' realitas ini. Inilah satu-satunya cara andal kita untuk menggapainya.
Tak heran banyak orang yang tidak jatuh cinta dengan fisika sebagaimana saya akhirnya memilih untuk jatuh cinta pada fisika (mungkin wkwk). Semangat belajar sains mereka mungkin luntur karena mereka memutuskan, atau mungkin mereka diberitahu oleh orang lain bahwa fisika adalah subjek yang sulit bahkan 'culun' katakanlah begitu. Tak pelak, mencoba memahami kepelikan mekanika kuantum bisa menyebabkan sakit kepala, dan lain sebagainya. Namun saya merasa bahwa pada akhirnya keajaiban alam semesta kita ini, ia dapat dan harus dinikmati oleh semua orang. Toh, dasar-dasar keajaiban tersebut bisa dipelajari sedikit demi sedikit.
Dalam uraian ini, saya ingin coba mengungkap mengapa fisika itu sangat elok, mengapa fisika itu merupakan sains yang begitu mendasar, dan mengapa fisika penting bagi kita untuk memahami dunia. Garis besar dan rincian fisika hari ini begitu memukau, bahwa kita hari ini telah mengetahui (hampir)semua zat penyusun benda yang kita saksikan di dunia ini dan mengapa segalanya tetap utuh menyatu, bahwa kita mampu menelusuri balik evolusi seluruh alam semesta sampai sepersekian detik sesudah kelahiran ruang dan waktu itu sendiri, bahwa dengan pengetahuan kita tentang hukum-hukum fisika dan alam, kita telah dan masih senantiasa mengembangkan teknologi yang bahkan telah mengubah hidup kita sendiri, semua betul-betul mengagumkan. Ketika menulis ini, saya masih heran: Bagaimana bisa ada orang yang tidak menyukai fisika?
Mungkin uraian ini juga bertujuan untuk semacam memperkenalkan sebagian gagasan yang mendasar tentang fisika, dan sepertinya sebagian besar uraian ini juga ia bukan seperti yang pernah diajarkan di sekolah-sekolah, seperti hitung-hitungan, rumus, dll. Anggap saja uraian ini adalah upaya saya untuk semacam mengantarkan undangan pertama kepada pembaca sekalian menuju fisika, undangan yang akan terus menyadarkan betapa pentingnya untuk kita terus update tentang ilmu pengetahuan dan fisika secara partikular. Bahkan mungkin mendalaminya sebagai jalan pembelajaran dan penemuan sepanjang hayat, nah kira-kira begitu. Uraian ini juga adalah upaya saya untuk semacam memancing ketakziman akan telah begitu jauhnya pencapaian manusia dalam upaya mereka untuk memahami alam semesta ini.
Dan didalam konteks ini, saya juga mencoba untuk tak banyak berkutat dengan lantunan agama dan metafisis, walaupun godaan demikian selalu ada seiring bacaan saya tentang gagasan-gagasan fisika ini yang lebih bernas di garda terdepan fisika, seperti hakikat ruang dan waktu, beraneka tafsiran mekanika kuantum, dan bahkan makna realitas itu sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa fisika tidak membutuhkan agama. Untuk memberi gambaran betapa subjek fisika sangat bertumpu pada lantunan metafisis, berikut uraiannya: Kita mungkin akan tertegun jika mendengar bahkan para ahli fisika sendiri, mereka belum sependapat tentang tugas fisika ialah sebagai 'pencari tahu hakikat sejati manusia', sebagaimana yang Einstein yakini. Untuk menggapai kebenaran hakiki 'yang menunggu ditemukan' atau untuk membangun semacam model dunia serta menghasilkan 'pemahaman mutakhir dan terbaik kita tentang realitas'. Suatu realitas yang mungkin tak akan pernah betul-betul kita pahami.
Sederhananya, saya berpendapat bahwa fisika memberikan sarana untuk kita berusaha memahami alam semesta Tuhan ini. Pembelajaran fisika adalah pencarian jawaban, tapi untuk mengawali pencarian itu, kita pertama-tama harus menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat, satu hal yang merupakan kecakapan para filsuf.
Maka, marilah kita mulai petualangan kita tentang fisika ini dengan kerangka pikir 'rendah hati' yang sesuai, yakni kerangka berpikir yang jika jujur kita semua miliki, baik anak-anak, orang dewasa, maupun generasi masa lalu hingga generasi yang akan datang: 'polos'.
Dengan merenungkan hal-hal yang belum kita ketahui, maka kita dapat memikirkan untuk mencari dan mendapatkan jawabannya. Lagipula gambaran kita, yang terus bertambah akurat tentang dunia yang kita kenal dan cintai ini, ia tak lain merupakan akibat dari banyaknya pertanyaan yang kita ajukan sepanjang sejarah manusia.