-A thing that thinks-
Telah menjadi fitrah bahwa manusia ia terlahir sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens). Dia memikirkan apa yang diketahui, didengar, dan dirasakan. Misalnya, ketika sedang berjalan kita melihat sebuah benda terbungkus di pinggir jalan, maka kita akan berpikir tentang benda tersebut, apa isinya dalam bungkusan, milik siapa, mengapa jatuh, dan sebagainya.
Ketika kita ingin tidur tiba-tiba mendengar suara menggelegar di angkasa, maka kita akan berpikir suara apa itu, dan apa yang terjadi. Begitu juga ketika badan kita tiba-tiba merasa letih dan malas beraktivitas, maka kita kan berpikir ada apa dengan badan kita, dan lain sebagainya.
Manusia tidak hanya sebagai makhluk yang berpikir, tetapi juga ia sebagai makhluk yang bertanya. Aktivitas bertanya dilakukan sejak masa kanak-kanak hingga akhir hidupnya.
Dia bertanya tentang sesuatu, sesuatu yang tidak ia ketahui, lantas ia mencari tahu. Rasa ingin tahu tentang sesuatu itu terus tumbuh seiring dengan perkembangan fisik dan jiwanya. Jika yang ingin diketahui itu diperoleh, maka terpuaskanlah hatinya, karena hal itu akan memberinya semacam tambahan pengetahuan untuk melakukan sesuatu yang baru.
Selain sebagai makhluk yang berpikir dan bertanya, manusia juga merupakan makhluk yang bisa kagum terhadap sesuatu, melalui daya nalarnya ia bertanya tentang sesuatu yang dikagumi itu.
Dan perlu kita ketahui juga bahwa ilmu pengetahuan pun ia berawal dari kekaguman manusia terhadap alam yang dihadapinya, baik alam besar (macro-cosmos), maupun alam kecil (micro-cosmos).
Dengan dasar ketiga elemen tadi, maka sudah menjadi fitrah pulalah bahwa manusia memang dibekali potensi untuk senantiasa mempertanyakan segala sesuatu berupa nalar untuk berpikir dan merenungkan sesuatu.
Oleh karena itulah, manusia memang suka memikirkan hal-hal yang esensial. Bahkan, tidak jarang manusia dengan kemampuannya yang terbatas ia ingin mengetahui hakikat sesuatu yang tidak terbatas (Tuhan). Oleh karena kasih sayang-Nya, Tuhan memberikan peringatan melalui Nabi Muhammad Saw agar manusia tidak berpikir tentang dzat-Nya.
Dan berkat kemampuan rasionalitasnya, manusia juga mampu menciptakan simbol-simbol demi keberlangsungan hidupnya, bahkan melahirkan teknologi.
Dalam hampir setiap bidang kehidupan, manusia tidak bisa melepaskan diri dari pemakaian simbol-simbol baik yang bersifat verbal, fisikal, maupun yang berbentuk peristiwa atau realitas tertentu. Tidak mengherankan jika kemudian manusia selain disebut sebagai makhluk yang berpikir juga ia disebut sebagai animal symbolicum, makhluk yang senantiasa bergulat dengan simbol.