Lihat ke Halaman Asli

Penghianatan Pemain Terhadap Pelatih

Diperbarui: 10 Desember 2017   17:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Seperti biasanya majalah sepakbola kenamaan Four Four Two selalu mengeluarkan edisi khusus untuk menyambut kompetisi paling bergengsi di Eropa, Premier League. Khusus yang dikeluarkan bersamaan dengan edisi bulan September selalu beredar satu bulan di muka. Ini memang tradisi majalah ini. Persiapan untuk mencetak edisi khusus tersebut walaupun sudah dibahas dengan seksama oleh tim khusus, kompeten, dan berpengalaman tetap membuka peluang adanya masukan dari para komentator sepakbola yang disebut pundit, para akademisi, dan tidak ketinggalan perusahaan-perusahaan book-makers yang pada dasarnya adalah rumah judi.

 Seperti yang sudah diduga maka Chelsea sebagai juara bertahan dijagokan untuk kembali menjuarai pada kompetisi 2015-2016. Kemudian disusul berturut-turut oleh Arsenal, Man United, dan Man City. Sementara, tiga tim yang diprediksi akan relegasi ke Divisi Championship adalah yang berada pada posisi tiga paling bawah. Mereka berturut-turut adalah Sunderland, Leicester City, dan Watford. Nampak para analis tidak melihat akan terjadinya kejutan Kenyataannya telah terjadi kejutan ketika Leicester City mampu menjadi Juara Liga Primer pada musim kompetisi 2015/ 2016. 

Skuad Leicester City yang dilatih oleh Claudio Ranieri mampu mengagetkan tim-tim besar seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, Liverpool, dan Tottenham Hotspur. Bahkan para pemain Everton juga terkaget-kaget melihat permainan Leicester City yang solid. Dalam hal ini Claudio Ranieri sebagai pelatih yang banyak makan asam garam mampu menjadikan skuad tanpa bintang ini memiliki kebersamaan yang tinggi. Salah satu keberhasilan dari Ranieri yang pernah menjadi pelatih Chelsea, namun didepak ketika Abramovich menjadi penguasa Chelsea, adalah membangun esprit de corps dalam tubuh skuad Leicester City. 

Dengan tim yang sangat kohesif, individualisme berhasil dikikis paling tidak berkurang sangat signifikan. Sadar akan keterbatasan dalam arti luas, Ranieri berhasil mengajak para pemain-pemainnya untuk tidak takut bertarung dengan tim-tim besar. Ternyata cara Ranieri berhasil. Mulai dilirik: Pemain-pemain seperti Jamie Vardy dan Mahrez mulai dilirik oleh klub-klub besar bukan hanya di Inggris tetapi juga klub-klub di Eropa. Sangat disayangkan bahwa palang pintu dari Leicester City, N'Kante pindah ke Chelsea. Padahal tanpa N'Kante, lini belakang Leicester City akan rapuh. Ini terbukti ketika pada musim kompetisi 2015/2016, Leicester City mulai menderita kekalahan. Penjaga gawang Kasper Schmeichel yang tangguh mampu dijebol oleh para penyerang dari klub-klub besar. 

Sementara itu, Leicester Ciuty yang bermain di Liga Champions sebagai juara Liga Primer, tak mampu berbuat banyak sebagai klub pendatang baru. Kekalahan demi kekalahan khususnya di Liga Primer menimbulkan tanda tanya bagi para pengamat sepakbola. Pertanyaanya hanya sata, ada apa di tubuh Leicester City? Akhirnya terkuak juga keluar informasi dari ruang ganti pakaian., Informasi yang bocor adalah terjadi ketidakompakan antara para pemain dengan pelatih Claudio Ranieri. Brita ini awalnya tidak dipercaya karena semula begitu kompak antara Ranieri dengan para pemainnya khususnya ketika menjuarai Liga Primer. Kalau kurang harmonis, faktornya apa ? Dengan siapa Ranieri kurang Harmonis? 

Rupanya Jamie Vardy adalah otak yang menggerakkan suasana tidak harmonis antara pelatih dengan para pemain di Leicester City. Vardy berhasil memengaruhi pemain-pemain seperti Mahrez dan Albrighton serta yang lainnya untuk membokong. Bahkan mereka sampai sedikit mengancam kepada manajemen Leicester City. Akhirnya pemilik Leicester City, seorang pengusaha dari Thailand tidak punya pilihan lain selain memberhentikan Claudio Ranieri. Kepergian Ranieri menjadi berita besar karena Ranieribaru saja terpilih menjadi Pelatih Terbaik oleh FIFA. Sementara, dengan pelatih pengganti Leicester City tetap tidak mampu bangkit. Satu-satunya keberuntungan adalah bahwa Leicester City tidak sempat turun kasta. Kasus Mourinho: Penghianatan para pemain terhadap pelatih sebetulnya bisa saja terjadi. 

Contohnya adalah Jose Mourinho yang begitu dekat dengan para pemain Chelsea. Setelah menjadi juara Liga Primer Inggris musim kompetisi 2014/2015, Jose Mourinho mulai renggang dengan beberapa pemain senior. Dalam hal ini yang mengagetkan adalah ketika John Terry mulai renggang dengan Mourinho. Padahal sebelumnya antara kapten Chelsea dengan pelatih Chelsea hubungannya sangat harmonis. Sayangnya John Terry memengaruhi pemain-pemain lainnya untuk membokong pelatih. 

Akibatnya adalah kekalahan-kekalahan yang terjadi. Dampaknya adalah Roman Abramovich yang terkenal tidak sabar, langsung memecat pelatih Jose Mourinho. Penghianatan para pemain terhadap pelatih juga terjadi pada klub Bayern Munich. Carlo Ancelotti sang pelatih kenamaan menjadi korban . Kurang harmonisnya telihat ketika pemain Muller jarang dipasang. Belakangan Franck Ribery juga jarang dipasang. Sebagai tokoh pembangkan adalah Franck Ribery. Ia mengajak pemain-pemain seperti Muller dan Ayjen Robben untuk memengaruhi manajemen Bayern Munchen agar memecat Carlo Ancelotti. 

Pemecatan terjadi ketika Muchen gagal bukan hanya di Bundesliga tapi juga di Liga Champions. Pelatih yang sudah pensiun, Heynckes akhirnya dipilih sebagai pelatih pengganti. Penghianatan: Barangkali tidak ada kata yang lebih tepat selain penghianatan. Kita mulai dengan Leicester City, yang semula di divisi bawah bisa diangkat ke kasta tertinggi dalam Liga Inggris, harus diakui karena kejeniusan Claudio Ranieri sebagai pelatih. 

Bahwa betul sejak dibeli oleh pengusaha dari Thailand kondisi keuangan Leicester City berangsur baik. Dengan dana yang ada maka bisa dibeli pemain-pemain sesuai dengan skema strategi dari pelatih Claudio Ranieri. Juga ada benarnya bahwa kemenangan Leicester city bukan mutlak karena pelatih melainkan kualitas para pemainnya dan kerja sama tim yang membuat Leicester City sanggup menjuarai Liga Primer. Ini fakta yang tidak bisa dibantah,. Hanya saja pemain-pemain seperti Vardy dan Mahrez sebelumnya tidak dikenal sebelum digosok, diasah, dan dihaluskan oleh Claudio Renieri. 

Ini juga fakta yang tidak bisa dibantah. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah mengapa para pemain senior yang dipimpin oleh Vardy membokong antara lain dalam bentukj tidak bermain dengan sepenuh hati. Akibatnya kekalahan-kekalahan diderita oleh Leicester City. Proses yang kurang lebih sama terjadi pads Jose Mourinho dengan beberapa pemain senior yang otaknya adalah John Terry. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline