Bagi dunia usaha ada satu keyakinan bahwa untuk memenangkan persaingan bisnis maka yang akan menentukan adalah kualitas sumber daya manusia. Bahkan tidak sedikit yang yakin bahwa faktor sumber daya manusia (SDM) adalah yang paling signifikan. Buktinya korporasi-korporasi global sampai-sampai menyewa head hunter kelas dunia untuk memburu para profesional berkualitas.
Pentingnya SDM berkualitas menyebabkan korporasi global memperkuat Divisi SDMnya. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia juga tidak ketinggalan dalam hal ini, Mereka yang ditempatkan di Divisi SDM juga harus yang kompeten. Karena kalau salah rekrut maka akibatnya bisa fatal.
Dalam pemerintahan, yang paling menarik adalah dalam rekrutmen kabinet. Kalau soal remunerasi jelas bahwa korporasi besar lebih tinggi dari pemerintahan. Namun demikian daya tarik jabatan di kabinet tidak kalah dari korporasi besar. Banyak faktor yang membuat jabatan Menteri memiliki daya tarik yang tinggi.
Apa saja yang membuat jabatan Menteri memiliki magnet kuat? Yang pasti adalah ketenaran. Sebagai Menteri peluangnya besar untuk muncul setiap hari di media massa. Untuk masa kini ditambah dengan media sosial. Apalagi kalau Menterinya punya gagasan menarik atau kebijakan baru. Bagaimana yang kontroversial? Yang satu ini akan cepat beredar di media sosial. Istilah yang populer saat ini di media sosial adalah copas atau copy paste.Dengan cara ini berita terkini akan menyebar dengan cepat di dunia maya. Oleh karena itu dunia maya mau tak mau harus dipantau terus menerus oleh Divisi Komunikasi pemerintahan.
Kabinet kita:
Dalam soal perekrutan kabinet kita, tiap Presiden punya cara yang tidak sama. Ini sesuai dengan zamannya masing-masing. Agak kurang bijak jika harus membandingkan strategi, gaya, dan cara tiap Presiden Republik Indonesia dalam merekrut para pembantunya. Apalagi situasi dan kondisi politik tiap era Presiden berbeda. Dinamika politiknya tidak sama.
Walaupun berbeda dalam metode perekrutan anggota kabinet, ada satu yang sama bahwa azasnya adalah menempatkan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat.Dalam bahasa kerennya adalah bahwa kompetensi akan merupakan landasan dalam pengangkatan seorang Menteri.
Walaupun niatnya sama dalam merekrut anggota kabinet, namun dalam realitanya selalu ada faktor- faktor lain dalam pemilihan anggota kabinet. Konsekuensinya adalah terjadi kompromi. Karena Menteri adalah jabatan politis maka kompromi politik yang akan mewarnai penunjukkan seorang Menteri.
Di luar itu yang menarik untuk ditelaah adalah proses perekrutannya. Artinya, bagaimana alurnya nama seseorang masuk ke kantong Presiden sebagai kandidat Menteri. Untuk jalur politik jelas partai politik yang akan membawa nama calonnya. Bagi para profesional jalurnya boleh jadi lebih kompleks. Keberhasilan dalam dunia korporasi tidak serta merta menarik perhatian seorang Presiden. Akhirnya harus ada cantolan politikyang kuat agar nama seorang profesional bisa masuk radius perekrutan kabinet.
Dalam hal ini harus ada rekomendasi dari seseorang yang berpengaruh agar nama kandidat Menteri bisa sampai ke Presiden. Sampai di sini kelihatannya semua bisa berjalan lancar. Dalam kenyataannya tidak demikian. Faktanya bahwa yang mampu memberikan masukan ke Presiden boleh jadi lebih dari satu orang. Akibatnya akan membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih kompleks. Bahkan bisa saja terjadi benturan. Tentunya diharapkan resultantenya adalah calon yang tepat dan kompeten. Sementara itu, dalam perjalanannya, bisa saja Menteri yang telah ditunjuk terpaksa diganti oleh karena alasan-alasan tertentu.
Kasus Arcandra Tahar