Nampaknya serangan terhadap KPK belum berakhir. Bahkan tidak ada habisnya. Kali ini serangan terhadap KPK tidak main-main, serius. Ini terlihat dengan upaya membatasi usia KPK untuk 12 tahun. Dengan kata lain maka KPK akan berakhir.
Kalau sebelum ini serangan ditujukan terhadip pribadi-pribadi para pimpinan KPK, yang sampai saat ini belum selesai prosesnya. Maka kali ini serangan terhadap KPK bersifat legal. Kalau dalam permainan catur, namanya schaak mat?
Mengapa demikian? Jelas sekali upaya tersebut tujuannya mengakhiri eksistensi KPK dengan alasan bahwa KPK adalah lembaga ad hoc yang artinya bersifat sementara. Argumentasi lain adalah bahwa sejak awal pembentukkannya masa kerja KPK adalah 12 tahun.
Tentu saja bahwa argumentasi tersebut menimbulkan perdebatan khususnya dengan penghitungan waktu 12 tahun. Namun dengan PDIP sebagai motor dari upaya untuk mengakhiri KPK nampaknya ini permasalahan serius. Apalagi partai-partai lain juga menyatakan dukungannya.
Sementara itu, masyarakat suaranya berseberangan dengan keinginan para politisi kita. Masyarakat sangat mendukunung eksistensi KPK karena melihat prestasi dan kinerja serta pencapaian KPK selama ini. Tidak ada alasan untuk menyetop hak hidup KPK. Apalagi korupsi masih merajalela, sehingga niat untuk menghabisi hidup KPK merupakan tindakan yang salah, sembrono, dan tidak pada tempatnya. Apalagi kalau memakai azas manfaat, jelas bahwa negara merasakan manfaatnya yang besar dengan keberadaan KPK.
Dukungan masyarakat terhadap KPK sepertinya akan membesar dan meluas. Bagaimanapun selama ini memang KPK dekat di hati rakyat. Suatu survey menunjukkan bahwa KPK adalah institusi yang paling dipercaya di republik ini. Namun mengapa muncul keinginan untuk mencabut nyawa KPK ? Ini pertanyaan penting, mendasar, dan menarik untuk dibahas walau jawabannya belum tentu mudah diperoleh.
Latar belakang:
Entah dari mana asal muasal keinginan DPR merevisi UU no 30/2002. Seperti diketahui UU ini memiliki 2 landasan. Pertama adalah Undang-Undang nomor 28 tahun 1999. Undang-Undang ini adalah tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua adalah Undang-Undang nomor 31 tahun 1999. Undang-Undang ini adalah tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menilik dua Undang-Undang yang menjadi landasan kalau ditelaah lebih jauh sangatlah lengkap. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Para pembuat Undang-Undang ini secara komprehensif sudah memahami tujuan dari diadakannya KPK. Tersirat untuk memberantas KKN sampai ke akar-akarnya.
Dengan landasan yang kuat maka KPK mulai melaksanakan tugas-tugasnya dalam pemberantasan korupsi. Dalam perjalanannya kita tahu prestasi, pencapaian, dan sepak terjang KPK dalam memberantas korupsi. Sudah tidak terhitung jumlah pejabat dan yang bukan pejabat dijerat, ditangkap, dan dihukum karena tindak pidana korupsi. Namun, setelah 13 tahun, tepatnya setelah 12 tahun, suara-suara miring, skeptis, dan bahkan curiga muncul terhadap KPK.
Secara tersurat alasan DPR untuk merevisi UU no 30/2002 antara lain pada titik berat tugas KPK pada pencegahan korupsi dan bukan pada penindakan dan pemberantasan korupsi. Kemudian revisi tersebut adalah pada pembatasan masa 12 tahun sejak RUU disahkan. Selain itu, bahwa KPK hanya berwenang menangani kasus dugaan korupsi yang nilainya minimal Rp 50 milyar. Lainnya lagi adalah bahwa KPK tidak berhak lagi untuk penuntutan yang dialihkan ke Kejaksaan, dan kewenangan penyadapan harus seizin ketua pengadilan setempat dengan terlebih dahulu ada bukti permulaan yang cukup.